Kamis, 05 Februari 2009

ISNU Sumedang Gelar Lawatan Budaya Seni Tarawangsa Rancakalong

Sumedang, Pondok Pesantren Tegal - Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Sumedang mengadakan kegiatan lawatan budaya kesenian tarawangsa atau jentreng di Dusun Cimanglid Desa Pasirbiru Kecamatan Rancakalong Sumedang, Jumat (17/2) malam. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk pembinaan nilai kesejahteraan di kalangan generasi muda melalui budaya.

Seluruh pengurus ISNU Sumedang dengan didampingi jajaran pengurus PCNU Sumedang ikut hadir dalam lawatan budaya tersebut. Ketua PCNU Sumedang H Sadulloh mengatakan, sekarang ini banyak orang yang alergi terhadap budaya.

ISNU Sumedang Gelar Lawatan Budaya Seni Tarawangsa Rancakalong (Sumber Gambar : Nu Online)
ISNU Sumedang Gelar Lawatan Budaya Seni Tarawangsa Rancakalong (Sumber Gambar : Nu Online)

ISNU Sumedang Gelar Lawatan Budaya Seni Tarawangsa Rancakalong

"Banyak orang yang alergi terhadap budaya, padahal Rasulullah diutus ke dunia hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia, bukan untuk mengubah budayanya," kata H Sadulloh.

Pondok Pesantren Tegal

Begitu juga ketika Islam datang ke Indonesia, bukan untuk mengubah budaya Indonesia menjadi budaya Arab. Tapi bagaimana budaya yang sudah ada dikelola dengan baik. Budaya yang tidak sesuai dengan syariat Islam jangan dihilangkan tapi harus diluruskan sehingga para pelaku budaya akhlaknya semakin baik, lanjut H Sadulloh.

Sementara salah satu pengurus ISNU Sumedang Hendra Hidayat mengatakan, kebudayaan merupakan suatu proses panjang melalui tahapan belajar yang berkelanjutan hingga menjadi pengalaman dengan melahirkan karya. Hal ini terlihat dari keanekaragaman hasil budaya Nusantara yang diwariskan kepada bangsa Indonesia secara turun temurun. Lingkungan yang berbeda akan melahirkan kebudayaan yang berbeda pula.

Hendra yang merupakan aktivis budaya di Sumedang secara lebih jauh mengatakan, budaya adalah etika dan estetika hidup suatu bangsa. Sedangkan seni adalah kristalisasi nilai-nilai filosofis, sikap mental, dan nilai-nilai luhur budaya itu sendiri dengan segenap unsur pembentuknya.

Pondok Pesantren Tegal

Sementara Tarawangsa merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang ada di Jawa Barat. Istilah Tarawangsa sendiri memiliki dua pengertian. Pertama, alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi dan yang kedua nama dari salah satu jenis musik tradisional Sunda.

Tarawangsa lebih tua keberadaannya daripada rebab, alat gesek yang lain. Naskah kuno Sewaka Darma dari awal abad ke-18 telah menyebut nama Tarawangsa sebagai nama alat musik. Rebab muncul di tanah Jawa setelah zaman Islam sekitar abad ke-15, merupakan adaptasi dari alat gesek bangsa Arab yang dibawa oleh para penyebar Islam dari tanah Arab dan India. Setelah kemunculan rebab, tarawangsa biasa pula disebut dengan nama rebab jangkung (rebab tinggi), karena ukuran tarawangsa umumnya lebih tinggi daripada rebab, lanjut Hendra.

Pada sumber lain dikatakan bahwa tarawangsa adalah salah satu alat musik tradisional masyarakat sunda, yang keberadaannya bahkan disebut dan telah tertulis dalam naskah-naskah sunda kuno yang ditulis pada masa Kerajaan Sunda Padjadjaran dulu. Hingga saat ini kesenian tarawangsa masih hidup di beberapa daerah seperti di Rancakalong Sumedang, Cipatujah Tasikmalaya, dan di beberapa daerah di Bandung dan Banten.

Kabarnya, sulit sekali melacak sejarah sejak kapan dan dimana alat musik tarawangsa ini lahir di tanah pasundan, karena memang kurangnya litelatur yang menjelaskannya secara pasti. Namun di Rancakalong terdapat sebuah tradisi lisan yang hidup hingga sekarang dan diceritakan secara turun temurun mengenai kisah awal mula kesenian tarawangsa, yang menurut cerita tersebut kesenian tarawangsa telah ada sejak masa kerajaan Mataram Kuno sekitar abad 8 masehi dan kesenian tersebut berkaitan erat dengan hubungan Sumedang dengan Mataram.

ISNU Sumedang merasa terpanggil untuk mencoba menggali berbagai kebudayaan dan kesenian yang ada di Sumedang, termasuk seni tarawangsa ini. Lawatan budaya seperti ini akan terus dilakukan untuk bahan kajian para sarjana di Sumedang. Ngamumule budaya sunda pancen urang sarerea (melestarikan budaya sunda tugas kita semua), kata Hendra. (Ayi Abdul Kahar/Alhafiz K)Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Nahdlatul, Nasional Pondok Pesantren Tegal

NU, Dasar Negara, dan Asas Pancasila (1)

Oleh Nur Kholik Ridwan

Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, dalam Muqaddimah Qanun Asasi mengemukakan, “Mereka mengajak kepada Kitab Allah, padahal sedikit pun mereka tidak bertolak dari sana. Mereka tidak berhenti sampai di situ, malahan mereka mendirikan perkumpulan (organisasi) bagi kegiatan mereka tersebut. Maka kesesatan pun semakin jauh. Orang-orang yang malang beramai-ramai memasuki perkumpulan itu.”

NU, Dasar Negara, dan Asas Pancasila (1) (Sumber Gambar : Nu Online)
NU, Dasar Negara, dan Asas Pancasila (1) (Sumber Gambar : Nu Online)

NU, Dasar Negara, dan Asas Pancasila (1)

Kalimat-kalimat itu ditujukan Hadratussyekh untuk mengingatkan kepada umat Islam, khususnya warga Ahlussunnah wal Jama’ah an- Nahdliyah, untuk tidak terjun dalam lautan fitnah, apalagi ikut mengobarkannya. Beliau mengatakan: “Sementara itu ada segolongan orang yang terjun ke dalam lautan fitnah.” Jelas disadari, umat Islam Indonesia tidak lepas dari terkaman api fitnah yang merajalela, baik dulu atau sekarang. Dalam konteks itu, Hadratussyekh mengingatkan, akan banyak orang mengutip Al-Qur’an dan mengajak kepada Al-Kitab, tetapi sejatinya mereka tidak berpijak dari sana.

Pondok Pesantren Tegal

Oleh karena itu, Hadratussyekh mengingatkan, “Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan, dan kegagalan sepanjang zaman,” dan fitnah adalah bagian dari sumber dari perpecahan itu.

Tentang fitnah yang sudah merajalela itu, juga menggerus Muslimin Indonesia, dan khususnya ditujukan kepada masyarakat NU, yaitu yang hubungannya dengan negara dan dasar Negara. Tidak hanya belakangan ini saja, tetapi juga sudah sejak lama ketika Republik ini telah berdiri. Digambarkan bahwa negara yang seperti NKRI dengan dasar Pancasila ini adalah tidak mencerminkan Islam. Pemerintah adalah thaghut dan yang mendukungnya adalah pembela thaghut. Ending - nya mereka berkampanye untuk mendirikan khilafah mengganti negara nasional dan Pancasila, sebagian menginginkan negara Islam dan mengulang tradisi Kartosoewirjo, dan sebagian membayangkan ingin perang Suriah segera terjadi dan daulah islamiyah seperti ISIS berdiri, dan hal-hal lain lagi.

Pondok Pesantren Tegal

Tulisan ini berusaha memenuhi permintaan dari sebagai sahabat-sahabat dan santri-santri pesantren yang menginginkan jawaban dari kemelut fitnah yang membuncah itu: bagaimana NU melihat dasar negara dan asas Pancasila? Karenanya fokus dari tulisan ini adalah NU dan dasar negara, yang dengan sendirinya juga membicarakan bentuk negara nasional dan hubungannya dengan agama.

Paling tidak, bagi sahabat-sahabat kami, adik-adik kami, orang-orang tua kami, dan saudara-saudara kami, semoga memberi manfaat meski hanya secuil. Agar yang bimbang kembali kokoh, yang kokoh merapatkan barisan, yang telah merapatkan barisan agar ikut terjun dalam jihad di dalam segala lapangan kehidupan untuk mengokohkan bangunan yang telah ada, dan mengisinya untuk menjaga dan memelihara NKRI- Pancasila-UUD 1945, dengan semangat dan ruh Ahlussunnah wal Jama’ah an- Nahdliyah. Wallahu a’lam.

Bersambung...

Penulis adalah anggota PP RMINU dan alumnus Pondok Pesantren Darunnajah Banyuwangi.

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Ubudiyah Pondok Pesantren Tegal

Rabu, 04 Februari 2009

NU Care Latih Budidaya Jahe Merah Santri Global Insan Mandiri Sukabumi

Sukabumi, Pondok Pesantren Tegal. NU Care LAZISNU menggelar pelatihan budi daya jahe merah di Pesantren Global Insan Mandiri (GIM) Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Pelatihan berupa teori dan praktik berlangsung Selasa (16/5).

Pada kesempatan tersebut, juga dilakukan penyemaian 1.000 benih jahe merah yang nantinya akan ditanam dengan media polybag. Penanaman dengan media ini bertujuan agar lebih efisien pada penggunaan lahan dan pupuk.

Direktur Penyaluran NU Care Slamet Tuhari mengungkapkan, melalui pelatihan ini NU Care ingin mencetak 1000 santri entrepeneur yang mandiri secara ekonomi dan kuat secara ideologi.?

NU Care Latih Budidaya Jahe Merah Santri Global Insan Mandiri Sukabumi (Sumber Gambar : Nu Online)
NU Care Latih Budidaya Jahe Merah Santri Global Insan Mandiri Sukabumi (Sumber Gambar : Nu Online)

NU Care Latih Budidaya Jahe Merah Santri Global Insan Mandiri Sukabumi

“NU Care juga berharap agar para santri GIM yang mengikuti pelatihan ini benar-benar serius mengembangkan budi daya jahe merah yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi,” kata Slamet.

Pemateri Aprizal Budi dari PT Bintang Toedjoe menyebutkan, pelatihan ini akan diteruskan dengan pendampingan saat proses penanaman benih di polybag. Pendampingan juga dilakukan selama masa perawatan hingga masa panen dan pasca panen (proses pengeringan).

“Kami juga akan membeli hasil panen jahe merah yang dikelola santri GIM,” tambah Aprizal.

Pondok Pesantren Tegal

Pengasuh Pondok Pesantren GIM, KH Ahmad Danial Fahad, mengungkapkan berbagai program di pesantren GIM berkonsentrasi dalam pengembangan agrobisnis.

“Semoga kerja sama ini terus berjalan. Dan yang paling penting selain ilmu yang diperoleh adalah adanya jaminan pasar pasca panen,” kata Kiai Fahad.

Peserta pelatihan tersebut mengikuti dengan gembira dan semangat. Budi, salah satu santri menuturkan Pesantren GIM memiliki 40 santri setiap angkatan.

”Kalau semua santri bisa mandiri, tentu dapat memberikan manfaat yang baik bagi diri sendiri dan masyarakat,” kata Budi. (Kendi Setiawan/Zunus)

Pondok Pesantren Tegal

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Habib Pondok Pesantren Tegal