Minggu, 31 Desember 2017

Cegah Radikalisme, Bekali Siswa dengan Islam yang Ramah

Jombang, Pondok Pesantren Tegal. Merebaknya isu radikalisme di kalangan remaja dan siswa harus disikapi dengan bijak. Termasuk bagi guru pendidikan agama Islam (PAI). Harus dicari berbagai strategi untuk menangkalnya. Itulah yang dilakukan Musyawarah Guru Pendidikan Agama Islam (MGMP PAI) SMK Kabupaten Jombang dengan menggelar Pesantren Kreatif Ramadhan, Selasa-Rabu (7-8/7) di SMK 10 Nopember Jombang dengan 197 peserta.

Cegah Radikalisme, Bekali Siswa dengan Islam yang Ramah (Sumber Gambar : Nu Online)
Cegah Radikalisme, Bekali Siswa dengan Islam yang Ramah (Sumber Gambar : Nu Online)

Cegah Radikalisme, Bekali Siswa dengan Islam yang Ramah

Salah seorang nara sumber, KH Ahmad Mustain Syafii memaparkan, bahwa Indonesia adalah negeri penuh dengan berbagai keberagaman di dalamnya, baik agama, suku, bahasa, adat istiadat ataupun lainnya. Di sisi lain, Islam disebarkan dengan ramah dan penuh kasih sayang. Itulah yang disebut dengan Islam sebagai ajaran rahmatan lil alamin. Bukan dengan perang dan pedang.?

"Ini yang dilakukan Nabi Muhammad SAW saat memimpin Madinah, sebuah kota pertama di dunia yang berperadaban tinggi," kata kiai dari Pesantren Tebuireng ini, Selasa (7/7).

Pondok Pesantren Tegal

Untuk itu, lanjut penulis buku Tafsir Qur’an Bahasa Koran ini, diperlukan kearifan untuk saling bertoleransi. Bukan malah sikap memaksakan. "Jika agama dipaksakan, kok seolah-olah yang butuh agama adalah Tuhan," katanya.

Dosen Universitas Hasyim Asyari (Unhasy) Tebuireng ini menekankan sebuah kemantapan dalam memahami nilai keberagamaan. Bukan pada pertimbangan logika. "Tuhan pun akan marah jika manusia memaksakan agama. Sebagai pemilik agama, Tuhan tidak suka dengan orang yang bersikap radikal dalam beragama," imbuhnya.

Pondok Pesantren Tegal

Hal senada juga diungkapkan KH Nur Hadi. Kiai muda yang dikenal dengan nama Mbah Bolong ini menggarisbawahi bahwa problematika yang dihadapi remaja sangat banyak. Di jaman modern ini, remaja tidak mustahil terjebak kepada ideologi-ideologi yang aneh. "Baik bersumber dari dalam diri maupun dari luar," ujarnya.

Remaja saat ini, lanjutnya, akan berhadapan langsung dengan berbagai godaan sosial dari manusia yang ada di dalamnya. "Termasuk juga berbagai godaan dari setan dan nafsu sendiri," imbuhnya.

Mbah Bolong mengidentifikasi bahwa jiwa remaja juga menjadi faktor penyebab terjebaknya remaja ke dalam ideologi radikal. "Ini disebabkan karena masa remaja penuh dengan dorongan memenuhi rasa ingin tahu dan coba-coba," ujarnya.

Sebagai langkah antisipasi, Mbah Bolong mendorong remaja untuk selalu menimba ilmu. "Mengajilah kepada para ahlinya agama dan cari informasi seluas-luasnya tentang apa yang akan dilakukan," imbuhnya.?

Pengasuh Pesantren Falahul Muhibbin Watugaluh Jombang ini juga mengajak para remaja untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran Islam yang ramah. "Ini agar hidup di dunia bisa selamat di akhirat kelak," pungkasnya. (Syaifullah/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Kajian, Ahlussunnah, AlaSantri Pondok Pesantren Tegal

Ini Revolusi Mental Menurut Kasatkornas Banser

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal

Kasatkornas Banser H Alfa Isnaeni, di Pesantren Al Hamid, Jakarta Timur, Selasa (21/11) menegaskan, revolusi mental telah dilakukan kader inti Pemuda Ansor dengan jelas meski dengan beragam resiko.

Ini Revolusi Mental Menurut Kasatkornas Banser (Sumber Gambar : Nu Online)
Ini Revolusi Mental Menurut Kasatkornas Banser (Sumber Gambar : Nu Online)

Ini Revolusi Mental Menurut Kasatkornas Banser

"Indonesia dengan ideologi Pancasila bagi kami sudah clear, jelas. Sehingga jangan pernah ragukan kecintaan kami kepada negara ini," ujar Kasatkornas kepada sejumlah pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Revolusi mental bagi pemuda Nahdlatul Ulama (NU), tegas Kasatkornas, ialah mengajak mental masyarakat Indonesia untuk bisa sejalan dengan Pancasila, bukan malah ingin menggantinya.

Pondok Pesantren Tegal

"Mental Ansor dan Banser adalah mental Pancasila, bukan mental khilafah, bukan pula mental  Partai Komunis Indonesia," tegas Kasatkornas.

Pondok Pesantren Tegal

Ia menegaskan, tidak akan pernah kader-kader Ansor dan Banser membubarkan pengajian yang benar-benar pengajian.

"Kita tidak pernah melakukan pembubaran pengajian. Yang kita bubarkan atau tepatnya kita tolak ialah orasi politik jualan khilafah berkedok pengajian. Begitu ditolak merasa dizalimi Banser," kata dia lagi.

Ulama-ulama NU seperti KH Asad Syamsul Arifin telah menegaskan jika Pancasila merupakan ijtihad dalam membuktikan watak rahmatan lil alamin untuk Indonesia.

Adapun KH Wahid Hasyim, putra KH Hasyim Asyari menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa sehubungan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan konsep tauhid dalam Islam.

Bagi Indonesia, Pancasila sudah cukup, seperti halnya rukun Islam berjumlah lima, syahadat, mendirikan salat, zakat, puasa dan berhaji bila mampu.

Dan itu tak perlu ditambah dagangan politik mengatasnamakan Islam yang malah tidak memberi kontribusi positif bagi negara, demikian H Alfa Isnaeni dalam sambutan kegiatan Fasilitasi Pelatihan Revolusi Mental Bagi Pemuda digelar Kemenpora melalui Pusat Pembentukan Pemuda dan Olahraga Nasional (PPON) Kemenpora. (Gatot Arifianto/Abdullah Alawi)



Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Habib, Anti Hoax, Nahdlatul Pondok Pesantren Tegal

Bupati Banyumas Resmikan Ruang Kelas Baru MI Maarif NU

Banyumas, Pondok Pesantren Tegal - Bupati Banyumas Achmad Husain meresmikan ruang kelas baru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Acara peresmian sekaligus syukuran ruang kelas baru tersebut digelar di aula MI Maarif NU Pancurendang, Ahad (30/4).

Bupati Banyumas Resmikan Ruang Kelas Baru MI Maarif NU (Sumber Gambar : Nu Online)
Bupati Banyumas Resmikan Ruang Kelas Baru MI Maarif NU (Sumber Gambar : Nu Online)

Bupati Banyumas Resmikan Ruang Kelas Baru MI Maarif NU

Dalam sambutannya Husain mengucapkan selamat atas dibangunnya ruang kelas baru. "Selamat kepada MI Maarif NU Pancurendang, semoga ruang kelas baru menjadi berkah," katanya.

Husain juga mengucapkan terima kasih kepada pengurus MI Maarif NU Pancurendang yang telah membantu mensukseskan program pemerintah.

Pondok Pesantren Tegal

Selain meresmikan ruang kelas baru, MI Maarif NU Pancurendang juga meluncurkan program Celengan 1000 bagi siswa-siswi MI Maarif NU Pancurendang. "Program ini adalah program amal bagi siswa-siswi. Tujuannya untuk menganjurkan mereka bersedekah dan berbagi," kata Ketua Komite Madrasah Slamet Ibnu Ansori.

Pondok Pesantren Tegal

Uang hasil celengan tersebut, kata Slamet, digunakan untuk menunjang pembangunan gedung MI Maarif NU Pancurendang yang akan datang.

Selain Bupati Banyumas, dalam kesempatan itu hadir juga angota DPR RI Siti Mukaromah (Erma), pengurus NU Pancurendang, segenap wali murid, serta siswa MI Maarif NU Pancurendang. (Kifayatul Akhyar/Mahbib)



Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Pesantren, Anti Hoax Pondok Pesantren Tegal

KH Masduqi Ali Babakan, Sekretaris Pribadi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari

“Santri ora mesti dadi kiai kabeh, sing penting apa bae penggaweane, ilmu lan uripe akeh manfaate kanggo wong akeh.”



Sepenggal kalimat berbahasa Cirebon yang berarti, “santri tidak semuanya harus menjadi Kiai, apa pun pekerjaannya yang penting ilmunya bermanfaat buat masyarakat luas”, itu adalah salah satu ungkapan dari KH Masduqi Ali, pengasuh Pesantren Miftahul Mutallilmin Babakan Ciwaringin Cirebon yang wafat tahun 1991, kalimat tersebut memberikan gambaran, bahwa setiap santri atau murid ketika sudah alumni apapun profesinya nanti agar ilmunya bisa bermanfaat bagi semua orang.

KH Masduqi Ali Babakan, Sekretaris Pribadi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari (Sumber Gambar : Nu Online)
KH Masduqi Ali Babakan, Sekretaris Pribadi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari (Sumber Gambar : Nu Online)

KH Masduqi Ali Babakan, Sekretaris Pribadi Hadratussyekh Hasyim Asy’ari

KH Masduqi Ali, konon adalah sekretaris pribadi Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, beliau adalah sosok ulama yang sangat kharismatik dan diakui kealimannya oleh ulama lainnya di zamannya. Saat masih nyantri di pesantren Tebuireng Jombang, beliau termasuk santri yang sangat cerdas. Karena kecerdasannya beliau kemudian diambil menantu oleh KH Muhammad Amin (Ki Madamin) Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon atas usulan putra tertua Ki Madamin yang juga teman belajarnya di pesantren; Ki Solihin. Solihin muda, yang sosoknya diabadikan dalam film “Sang Kiai” merupakan santri kesayangan Mbah Hasyim yang selalu menemaninya kemana pun sang kiai pergi, termasuk menemaninya saat dalam penjara untuk ikut merasakan susahnya sang guru dalam bilik jeruji.

Pondok Pesantren Tegal

Menurut almarhum Kiai Bulqin (Mang Bulqin), murid Kiai Masduqi saat di Tebuireng yang kemudian tinggal di Jalan Jambrut (samping kantor PBNU), selain menjadi katib-nya Mbah Hasyim, Kiai Masduqi juga sempat mengasuh Gus Dur saat masih kanak-kanak.

Tak heran Gus Dur sendiri seringkali sowan ke Pesantren Babakan, untuk bertemu “sang pengasuhnya” tersebut, bahkan saat KH Ali Yafie mengundurkan diri dari Rais ‘Aam PBNU, Gus Dur yang saat itu menjadi Ketua umum Tanfidziah PBNU sempat mengusulkan nama KH Masduqi untuk posisi Rais ‘Aam yang kosong tersebut, namun Allah punya kehendak lain, beliau keburu wafat pada tahun 1991, setahun sebelum pelaksanaan Munas Alim Ulama di Lampung (1992). Namun demikian, Gus Dur tetap meminta musyawirin (peserta Munas) bahwa penggantinya adalah wakil dari Jawa Barat, yang kemudian menyepakati KH Ilyas Rukhiyat dari Pesantren Cipasung, yang saat itu menjadi Rais Syuriyah Jawa Barat untuk ditetapkan sebagai Rais ‘Aam menggantikan KH Ali Yafie.

KH Masduqi merupakan sosok ulama yang sangat disiplin, tegas dalam mengambil keputusan. Tulisan beliau yang indah membuat penulis semakin ingin mendalami ilmu agama, setiap usai berjamaah shalat subuh, beliau mengajari santrinya di serambi masjid dan selalu mengukir goresan kapurnya di papan tulis dengan tulisan arab indah bergaya khat naskhi. Memang selain beliau, di pesantren Babakan ada beberapa kiai yang mempunyai tulisan berkaligrafi seperti KH Tamam Kamali dengan tulisan khath riq’ah-nya, KH Muntab yang fanatik dengan gaya diwani-nya, juga ada master kaligrafer yakni Kiai Qasim Muqawi, guru khath yang menginspirasi bakat seni saya, di samping kiai-kiai di atas tadi. ?

Pondok Pesantren Tegal

Penulis sangat beruntung bisa belajar langsung ke KH Masduqi Ali, dahulu ayah saya menitipkan ke beliau beralasan ingin tabarrukan (ngalap berkah), karena KH Masduqi Ali saat itu (1984) adalah sesepuh Pesantren Babakan bersama KH Fathoni Amin, beliau merupakan sosok ulama yang alim, baik dalam disiplin ilmu fiqih, mantiq, balaghah dan nahwu. Di lingkungan Pesantren Babakan, beliau memang dikenal sosok yang dianggap “galak”, namun sebenarnya berhati lembut dan tegas. Ada satu cerita dari penduduk sekitar, suatu ketika Kiai Masduqi mempunyai tukang kayu yang akan mengganti jendela yang rapuh, saat si tukang memotong-motong kayu, kiai nanya ke tukang, “Mang, kenapa kayu bagus gitu koq dipotong-potong?” ditanya begitu si tukang gelagapan kebingungan, dan akhirnya si tukang pergi ke pinggir sungai sambil melamun, saat melamun itu tiba-tiba datang sahabat karibnya dan menegur: “Lho bukannya kamu lagi nuking dirumah kiai, koq malah nyantai sambil ngerokok disini?”. Si tukang kemudian menjawab:”justru itu saya lagi bingung, kan saya diminta untuk ganti jendela rumah kiai, tapi begitu saya gergaji kayu malah saya dimarahi, kenapa kayu bagus-bagus koq dipotong? Lho saya bingung jawabnya?”. Mendengar itu si karibnya ketawa, ya kamu jawab aja: “ya kalau gak dipotong kayunya ya gak bias jadi jendela gitu.” “tapi saya gak berani jawabnya..”. sergah si tukang, “udah jawab aja begitu”.

Akhirnya si tukang kembali ke rumah kiai sambil deg-degan dan melanjutkan penggergajian kayunya, beberapa saat kemudian kiai datang dan menanyakan lagi: “lho kamu masih moton-motong kayu aja, kenapa dirusak itu kayunya?”. Kali ini si tukang berani menjawab: “injih kiai, anu kalau gak dipotong ya gak bisa jadi jendela..”. “Ooo…gitu ya bener, yaudah lanjutin ya yang bener kerjanya”. Pinta Kiai Masduqi kepada tukang tersebut. Cerita tersebut menggambarkan pak Kiai sedang mendidik mengajarkan logika kepada tukang agar tahu apa yang harus dikerjakan dan tahu alasannya, namun kadang banyak yang tidak difahami oleh yang lain, sehingga salah pengertian.

Ada satu hal yang menarik, ketika ayah saya menitipkan saya dan minta didoakan agar selama saya mondok supaya diberi kesabaran, mendengar itu Kiai menjawab dengan nada tinggi: “kamu ini kaya Tuhan saja, gak boleh itu minta sabar, karena sabar itu sifat Allah yakni Asshobur. Bapak saya terdiam sambil menunduk, baru kemudian kiai cerita yang lain, bahwa kiai kenal kakek saya dan pernah ngaji sama kiai, padahal kakek saya lebih sepuh, beliau mencontohkan bahwa orang dulu itu tawaddu’ mau ngaji sama yang lebih muda, walaupun belum tentu lebih alim. Dan belakangan saya baru tahu kalau Kiai Masduqi Ali dengan kakekku, Kiai Ahmad Ali masih satu keturunan dari Mbah Jaha Wanasaba, wallahu a’lam.

Dr H Sa’dullah Affandy, Katib Syuriyah PBNU dan alumni Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon



Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Berita, Meme Islam Pondok Pesantren Tegal

Santri Jombang Gelar Solidaritas untuk Yuyun

Jombang, Pondok Pesantren Tegal

Puluhan aktifis, mahasiswa dan santri menggelar aksi solidaritas untuk Yuyun, korban pembunuhan dan perkosaan. Sambil menyalakan lilin, mereka berkumpul di Forum Sabtuan Santreeso Jombang, Sabtu (7/5).

Santri Jombang Gelar Solidaritas untuk Yuyun (Sumber Gambar : Nu Online)
Santri Jombang Gelar Solidaritas untuk Yuyun (Sumber Gambar : Nu Online)

Santri Jombang Gelar Solidaritas untuk Yuyun

Dalam orasinya mereka mengecam aksi kekerasan seksual yang menimpa siswi siswi SMP 5 Satu Atap Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong, Bengkulu.

Aan Anshori dari jaringan GUSDURian Jombang yang juga inisiator acara ini menyebut  kasus Yuyun merupakan kejahatan serius yang menyerang sendi kemanusiaan Indonesia. 

"Hanya bangsa hina yang menjadikan perempuan sebagai obyek penindasan," tuturnya.

Pondok Pesantren Tegal

Senior PMII Jombang ini selanjutnya memapar tingginya angka kekerasan yang dirilis Komnas Perempuan pada 2016. Terdapat 11.207 kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh orang terdekat korban. Sebanyak 4.304 kasus (38%) merupakan kekerasan fisik dan 3.325 (30%) adalah kekerasan seksual.

"Praktek keji atas Yuyun ini merupakan alarm serius betapa perempuan di Indonesia masih terus dibayangi oleh ketidakamanan," tutur Laili Anisah, aktifis Jejer Wadon yang ikut acara. Menurut mahasiswa pascasarjana fakultas Hukum UGM ini pemerintah perlu segera mempercepat pembahasan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.

Rizki Amalia, aktifis perempuan PMII Jombang, juga mengkritik para pihak yang kerap menyalahkan Korban dalam kasus kekerasan seksual. "Misalnya, sungguh tidak fair menyalahkan cara berpakaian perempuan. Sumber utamanya justru pada banalitas cara pandang pelaku atas tubuh perempuan," tandas mahasiswa Unipdu Peterongan ini.

Acara ini diakhiri dengan doa lintas agama sembari peserta bergandengan tangan. "Kita sangat berharap agamawan tidak diam dalam masalah ini," tutur Pendeta GKI Jombang Andreas Kristianto. (Romza M Gawat/Mukafi Niam)

Pondok Pesantren Tegal

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Syariah, PonPes Pondok Pesantren Tegal

Sabtu, 30 Desember 2017

Seleksi Calon Mahasiswa NU ke Libya, Hari ini

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal. Tim Pelaksana Beasiswa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ke Timur Tengah, hari ini, Kamis (24/7) mengadakan tes seleksi penerimaan beasiswa PBNU ke Libya. Tes seleksi ini dilaksanakan dari jam 09.00-16.00 WIB bertempat di Gedung PBNU lantai 5 Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat.

Tes Seleksi Penerimaan Beasiswa PBNU ke Libya tahun ini diikuti oleh 25 peserta putra-putri yang lolos seleksi awal. Lima diantaranya akan mendapatkan kesempatan belajar di negeri Muammar Qadafi.

Seleksi Calon Mahasiswa NU ke Libya, Hari ini (Sumber Gambar : Nu Online)
Seleksi Calon Mahasiswa NU ke Libya, Hari ini (Sumber Gambar : Nu Online)

Seleksi Calon Mahasiswa NU ke Libya, Hari ini

Materi tes Seleksi dibagi menjadi dua sesi. Pada sesi pertama adalah tes seleksi materi tertulis pada pagi hari dan dilanjutkan dengan materi tes seleksi wawancara pada sore harinya. Materi tertulis bertujuan untuk menguji kemampuan siswa dalam menguraikan pendapat dengan menggunakan bahasa Arab yang baik dan benar (fushah).

Pondok Pesantren Tegal

Materi Wawancara bertujuan menguji sejauh mana kemampuan para peserta calon penerima beasiswa dalam berkomunikasi lisan dengan menggunakan bahasa Arab. Para penguji Tes Wawancara ini adalah para Alumni terbaru dari Timur Tengah yang tinggal di negara-negara Arab dalam tempo yang lama.

Menurut Ketua Panitia Pelaksana Tes Seleksi Penerimaan Beasiswa PBNU ke Libya, Ulil Abshar Hadrawi, seleksi kali ini merupakan pemberangkatan beasiswa PBNU ke Timur tengah yang ke-5. “Keduapuluh lima peserta kali ini akan menjalani ujian tulis dan ujian lisan yang akan kita laksanakan dari pagi hari hingga sore,” katanya.

Pondok Pesantren Tegal

”Para peserta seleksi wajib menyerahkan persyaratan-persyaratan berupa forokopi ijazah madrasah aliyah yang telah dilegalisir rangkap dua, akte kelahiran dan SKCK serta pas foto masing-masing,” paparnya.

Pemberangkatan beasiswa PBNU ke Tmur tengah sendiri dimulai pada tahun 2004 sebagai gelombang perdana dan terus berlanjut hingga sekarang.

“Alhamdulillah sekarang sudah yang kelima. Beberapa Negara yang menjadi tujuan Beasiswa ini adalah, Libya, Sudan, Maroko dan Mesir,” kata Ulil Hadrawi di sela-sela kesibukannya meminpin pelaksanaan seleksi kali ini.

Menurut pelaksana harian Program Beasiswa PBNU ke Timur Tengah, Muhammad Dawam Sukardi, PBNU hingga saat ini masih terus menjajaki kemungkinan pengiriman mahasiswa-mahasiswa NU ke beberapa negara Timur Tengah lainnya, seperti Syiria, Uni Emirat Arab dan Yordania. ”Mohon didoakan semoga hubungan yang dilakukan di tingkat pimpinan dapat segera membuahkan hasil,” katanya. (min)Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Ubudiyah, Nahdlatul, Internasional Pondok Pesantren Tegal

Berdiri Ketika Melihat Jenazah

Setiap insan pasti akan mengalami kematian, tak ada satupun jiwa yang bernafas bisa menghindar dari kematian. Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghormati dan memuliakan sesama baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal dunia.

Kaitannya dengan menghormati dan memuliakan seseorang yang telah meninggal dunia, kewajiban bagi yang masih hidup adalah memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan mayit, hukum dari kewajiban tersebut adalah Fardlu Kifayah yaitu jika telah dilaksanakan sebagian muslim, maka gugurlah kewajiban tersebut bagi yang lain, tetapi jika tidak ada satupun yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka berdosalah semuanya.

Selain itu, Rasulullah saw juga menganjurkan untuk berdiri ketika melihat jenazah yang hendak dikuburkan, dan juga bagi orang yang mengiringi jenazah dianjurkan untuk tidak duduk sebelum mayit dimasukkan keliang lahad, anjuran ini sesuai dengan Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri,

? ? ? ? ? ? ? ?: ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Berdiri Ketika Melihat Jenazah (Sumber Gambar : Nu Online)
Berdiri Ketika Melihat Jenazah (Sumber Gambar : Nu Online)

Berdiri Ketika Melihat Jenazah

Rasulullah bersabda: Jika kalian melihat jenazah, maka berdirilah, kemudian bagi mereka yang mengiringi jenazah sampai kekuburan janganlah duduk sampai mayit dimasukkan keliang lahad.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri juga menguatkan hadits diatas,

Pondok Pesantren Tegal

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

Kami sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah menyaksikan jenazah dalam keadaan duduk sampai jenazah itu dimasukkan keliang lahad.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa anjuran ini adalah Mustahab dan tidak bersifat keharusan, karena ada riwayat dari Ali Bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah juga duduk terhadap jenazah. (Fuad H Basya/ Red. Ulil H).

Pondok Pesantren Tegal

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Ahlussunnah, Halaqoh Pondok Pesantren Tegal

Lewat Diklatama, IPPNU-IPPNU Rembang Cetak Kader Tanggap Bencana

Rembang, Pondok Pesantren Tegal

Untuk mewujudkan kader siaga bencana, Pmpinan Cabang Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) Kabupaten Rembang, Jawa Tengah mengadakan Pendidikan Latihan Dasar Tingkat Pertama atau Diklatama bagi anggota dua badan semiotonomnya, Corp Brigade Pembangunan IPNU CBP dan Korps Pelajar Putri IPPNU.

Pelatihan tersebut dipusatkan di Madrasah Mualimin Mualimat Rembang (M3R), mulai Jumat (27/1) dan berakhir pada Ahad (29/1). Sore tadi, terlihat ratusan calon kader tanggap bencana mengikuti upacara pembukaan..

Lewat Diklatama, IPPNU-IPPNU Rembang Cetak Kader Tanggap Bencana (Sumber Gambar : Nu Online)
Lewat Diklatama, IPPNU-IPPNU Rembang Cetak Kader Tanggap Bencana (Sumber Gambar : Nu Online)

Lewat Diklatama, IPPNU-IPPNU Rembang Cetak Kader Tanggap Bencana

Ketua PC IPNU Rembang Ahmad Humam menjelaskan, hingga pembukaan usai, ada 140 peserta yang sudah mendaftarkan diri untuk mendapatkan pembekalan seputar pertolongan kebencanaan.

Pondok Pesantren Tegal

Menurutnya, jumlah tersebut melebihi kuota dan target yang sudah ditetapkan oleh pengurus cabang, yaitu hanya 120 peserta saja.

"Ya ini merupakan bentuk salah satu program kerja pengurus cabang untuk melakukan Diklatama di tahun 2017. Target kita sementara 120 peserta, tapi sampai sore ini membludak hingga 140 peserta," jelasnya.

Pondok Pesantren Tegal

Sebagai kader pelajar NU yang dipersiapkan untuk mengantisipasi bencana di Kabupaten Rembang, CBP-KPP akan diterjunkan apabila sudah saatnya tiba.

Dengan diadakannya Diklatama tahun ini, Humam berharap tahun depan seluruh lulusan Diklatama dapat mengikuti Diklatmadya yang diselenggarakan pengurus IPNU-IPPNU yang baru. (Ahmad Asmui/Mahbib)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Pendidikan, Humor Islam, Nahdlatul Ulama Pondok Pesantren Tegal

Saracen, Kelompok Penebar Kejahatan dalam Sejarah

Oleh Warsa Suwarsa

Berita tidak benar atau hoaks tidak hanya terjadi dan dikonsumsi masyarakat di era ketika masing-masing ? individu terhubung dengan internet. Di zaman ketika dunia masih terlalu sederhana dalam mengelola informasi, berita-berita palsu telah dijadikan sebagai propaganda oleh satu kelompok untuk melemahkan kelompok lainnya. Selama perang dingin (cold war), dua blok, Amerika dan Soviet paling gencar memproduksi berita-berita palsu dengan tujuan meyakinkan kepada satu pihak namun memukul pihak lawan.

Saat Perang Dunia II, kekalahan Nazi dari pasukan sekutu tidak terlepas dari adanya berita hoaks yang disebarkan oleh agen-agen sekutu. Bahkan meletusnya dua perang dunia saja dipicu oleh informasi tidak terpercaya, tidak semata disebabkan oleh rebutan kekuasaan. Hollocaust oleh Nazi terhadap komunitas Yahudi diaspora sampai saat ini masih merupakan misteri, propaganda anti-semit pun merupakan pemicu meletusnya perang dunia satu dan dua. Bagi Garraudy, propaganda anti semit, sebenarnya dihembuskan oleh sebuah grand design agar terjadi eksodus besar-besaran bangsa Yahudi ke tanah harapan (Palestina).

Saracen, Kelompok Penebar Kejahatan dalam Sejarah (Sumber Gambar : Nu Online)
Saracen, Kelompok Penebar Kejahatan dalam Sejarah (Sumber Gambar : Nu Online)

Saracen, Kelompok Penebar Kejahatan dalam Sejarah

Di era internet, berita-berita hoaks dan isu-isu kebencian dengan sangat mudah diproduksi dan dengan sangat cepat dapat menyebar, lalu diserap oleh masyarakat. Dalam sejarah perkembangan media massa, kita pernah mengenal yellow journalism, media-media melakukan propaganda kepada masyarakat bukan ditentukan oleh kebenaran konten berita melainkan oleh seberapa besar judul dalam pemberitaan dapat menarik minat pembaca. Tidak heran, dengan judul panjang, seolah mewakili konten berita, dilengkapi oleh minat dalam membaca bangsa kita masih jauh di bawah negara-negara maju, maka judul berita tersebut telah ditafsirkan sebagai sesuatu yang benar.

Kelompok Saracen, para penebar berita hoaks dan penebar kebencian menyebut diri mereka demikian: Saracen. Hal tersebut merupakan ambiguitas, pertama Saracen bisa berarti akronim dari Sara-Central, pusat pengelola berita-berita SARA. Kedua, Saracen secara linguistik mengacu kepada kata-kata yang telah lama dikenal oleh masyarakat Eropa terhadap Islam.

Pondok Pesantren Tegal

Jika ditelaah melalui pendekatan bahasa, pada abad pertengahan, kata Saracen telah digunakan oleh masyarakat Eropa untuk menunjukkan orang-orang Islam yang tinggal di gurun atau jazirah Arab. Saat perang salib, sebutan Saracen disematkan oleh masyarakat Eropa kepada tentara Islam yang dihadapi oleh tentara Kristen di Yerussalem. Secara etimologi, kata Saracen sendiri berasal dari Saaraqin yang berarti perampok atau begal. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat gurun melakukan perampokan kepada para kafilah dagang yang melintasi wilayah mereka.

Pada abad ke-4 SM, orang-orang Yunani menyebut Sarakene kepada masyarakat yang tinggal di utara Sinai. Ada juga yang menderivasikan kata Saracen berasal dari Syarakah, klan, kelompok masyarakat, atau komunitas. Kata lain sebagai sumber dari Saracen adalah syrq, berarti orang-orang Timur karena secara geografis, masyarakat ini tinggal di sebelah timur dari wilayah Eropa.

Maka sangat tepat jika mereka sebagai para penyebar hoaks dan kebencian itu menyebutkan diri mereka sebagai Saracen, para begal atau perampok informasi. Bukan tanpa alasan, mereka melakukan penyebaran hoaks dan kebencian tentu saja sebagai laskar bayaran, setiap berita hoaks yang disebatkan dipesan dan dihargai sampai 100 juta. Kejahatan intelektual seperti ini merupakan kebiasaan kelompok radikal atau ekstrimis dari agama mana saja. Sebagai contoh kejahatan intelektual dari kelompok ini: mereka dapat menjiplak buku siapa saja terus dipotong-potong agar sesuai dengan tujuan tang mereka harapkan.

Hal yang menyedihkan dengan terbongkarnya kelompok Saracen ini, mereka merupakan kelompok Islam. Agama yang telah memberikan arahan yang jelas kepada manusia dalam menyikapi isu dan pemberitaan. Bersuudzan tidak boleh bahkan dzan atau berprasangka saja sangat dilarang oleh Islam. Bagaimana lagi dengan memproduksi berita palsu yang berisikan konten kebencian kepada sesama? Tentu saja, keberadaan Saracen ini telah mencoreng Islam itu sendiri. Walaupun sebenarnya pemesan berita kepada kelompok ini tidak hanya dari golongan Islam saja.

Kejahatan dengan memotong informasi hingga dihasilkan informasi sekunder telah dapat memecah belah umat sendiri. Beberapa bulan lalu, seorang Buni Yani memotong-motong apa yang disampaikan oleh Ahok di Kepulauan Seribu, terbentuk opini beragam, antara menistakan agama Islam atau tidak, luapan emosi, demo berjilid-jilid sebagai bentuk fanatisme keberagamaan, akal sehat ditempatkan di bawah amarah, sampai kepercayaan kepada penegak hukum pun sempat mengecil. Dan umat menjadi lega saat Ahok sebagai korban dari konspirasi keculasan pemotongan informasi dipenjarakan.?

Pondok Pesantren Tegal

Konsentrasi pemberitaan para penebar hoaks ini bukan hendak membuka kebenaran secara obyektif melainkan menyajikan aib dan kejelekan pihak yang diberitakan. Secara psikologis, manusia akan lebih bersemangat membaca isu dan gosip kejelekan orang lain daripada membaca informasi keilmuan dan keIslaman. Setelah informasi hoaks disebar dan dibaca oleh masyarakat, barulah mereka menawarkan alternatif atau berita yang seolah-olah memiliki solusi terhadap berita sebelumnya.

Keberadaan Saracen, penebar hoaks bukan dilakukan kelompok Islam revivalis saja, juga oleh agama-agama lain dan kelompok manapun. Hal ini terjadi karena semakin terbukanya media-media dan semakin mudahnya media dikelola melalui sistem online. Siapa saja dapat memproduksi berita di era internet ini, baik dengan jujur atau berbohong.

Penulis adalah Guru MTs Riyadlul Jannah, Anggota PGRI Kota Sukabumi.

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Pendidikan, Jadwal Kajian, Ubudiyah Pondok Pesantren Tegal

Terungkap! Ini Penyebab Gus Dur Tinggalkan Istana Negara

Subang, Pondok Pesantren Tegal

Saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, parlemen mencoba menggulingkan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari kursi Presiden RI dengan dalih kasus hukum yang sampai hari ini tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Melihat kejanggalan tersebut, tentu saja Gus Dur menolak untuk diturunkan.

Terungkap! Ini Penyebab Gus Dur Tinggalkan Istana Negara (Sumber Gambar : Nu Online)
Terungkap! Ini Penyebab Gus Dur Tinggalkan Istana Negara (Sumber Gambar : Nu Online)

Terungkap! Ini Penyebab Gus Dur Tinggalkan Istana Negara

Hal ini disampaikan oleh KH Maman Imanulhaq saat mengisi kegiatan peringatan Isra Miraj di Pondok Pesantren Raudlatul Hasanah, Subang, Jawa Barat, Rabu (13/4).

"Gus Dur tahu bahwa ini adalah masalah politik, bukan masalah hukum. Beliau tidak pernah bersalah secara hukum, tapi dikalahkan secara politik,” tegas Pengasuh Pesantren Al-Mizan Majalengka, Jawa Barat itu.

Kiai muda yang akrab disapa Kang Maman itu melanjutkan, masyarakat pun tahu soal kejanggalan masalah ini sehingga dukungan dari daerah terus mengalir kepada Gus Dur. Namun Gus Dur berpikir kalau situasi ini dibiarkan begitu saja dikhawatirkan akan terjadi perang saudara antara kelompok pro Gus Dur dan pro parlemen.

"Gus Dur saat itu berpikir daripada perang saudara hanya gara-gara mempertahankan jabatan duniawi, lebih baik ia mundur saja dari jabatan presiden," tambah Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU itu.

Pondok Pesantren Tegal

Namun, lanjut Kang Maman, Gus Dur masih belum menemukan alasan yang tepat untuk keluar dari Istana Negara. Karena yang dituduhkan parlemen jelas tidak bisa diterima sebab inkonstitusional dan tidak rasional.

"Sampai suatu ketika Gus Dur meminta kepada salah satu menterinya, Luhut Binsar Panjaitan untuk menemui Lurah Gambir, Jakarta Pusat karena Istana Negara berdomisili di Kelurahan Gambir," ungkap anggota DPR RI itu.

Pondok Pesantren Tegal

Waktu itu, imbuh Maman, Luhut diinstruksikan untuk meminta agar Lurah Gambir segera membuat surat sakti yang isinya menyatakan bahwa situasi sedang genting sehingga Gus Dur harus meninggalkan Istana Negara.

Saat Gus Dur ditanya kenapa harus membuat surat ini. "Supaya nanti ketika di hadapan Allah ditanya kenapa kamu meninggalkan istana? Saya menjawab: coba tanya saja ke Lurah Gambir,” pungkas Maman. (Aiz Luthfi/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Kajian, Sejarah Pondok Pesantren Tegal

Jumat, 29 Desember 2017

Mbah Sya’roni: NU dan Muhammadiyah itu Sama

Salah satu kiai sepuh yang dimiliki NU yang masih tersisa adalah KH Sya’roni Ahmadi dari Kudus, Jawa Tengah. Kini, di usinya yang ke-85, putra menantu Almaghfurlah KH Arwani Amin, pendiri Pesantren Yanbu’ul Quran, ini masih tetap mengisi pengajian tiap Jumat usai jamaah Shubuh di Masjid Al-Aqsha Menara Kudus. Pengajian kitab Tafsir Showi yang dibaca kiai kharismatik ini sangat diterima dan bahkan digemari tidak hanya kalangan Nahdliyin, namun juga oleh warga Muhammadiyah.

Hal tersebut terbukti dari banyaknya pengunjung dari berbagai daerah di sekitar Kudus, semisal Jepara, Pati, Rembang, dan Demak. Selain itu, juga banyak rombongan menggunakan bus pariwisata dari seantero Jawa-Madura yang ketika rombongan ziarah Walisongo sengaja mengatur jadwal agar sampai di kota Kudus pada Jumat dini hari.

Mbah Sya’roni: NU dan Muhammadiyah itu Sama (Sumber Gambar : Nu Online)
Mbah Sya’roni: NU dan Muhammadiyah itu Sama (Sumber Gambar : Nu Online)

Mbah Sya’roni: NU dan Muhammadiyah itu Sama

Ulama Kudus yang dikategorikan sebagai “Kiai Tanpa Pesantren” oleh Kepala Puslitbang Penda Balitbang Diklat Kemenag RI Prof Abdurrahman Mas’ud PhD ini termasuk kias khos yang duduk di Mustasyar PBNU. Ketika berkunjung ke Kudus, kontributor Pondok Pesantren Tegal Musthofa Asrori didampingi seorang pengurus Mutakhorrijin Qudsiyyah yang di Semarang (Maqdis) berkesempatan wawancara khusus dengan Mbah Sya’roni di kediamannya pada Sabtu, (19/4) sore.

Bagaimana pandangan Ke-NU-an dan pemikiran kiai flamboyan penggila bola yang hafal nama-nama pemain bola mancanegara ini? Berikut cuplikan wawancara singkat Pondok Pesantren Tegal dengan guru besar Qiraat Sab’ah (Bacaan Tujuh) yang juga hafal Alquran 30 juz itu.

Pondok Pesantren Tegal

Bagaimana pandangan Mbah Sya’roni tentang NU masa kini?.

Pondok Pesantren Tegal

Kembali kepada khittah, pandangan secara umum NU sudah baik. Cuma sepeninggal Kiai Sahal, khittah-nya jadi agak kurang. Kalau Kiai Sahal kan khittah-nya kencang. Meski demikian, sekarang lumayan bagus setelah Gus Mus bersedia maju. Saya berpikir, daripada yang lain masih mendingan Gus Mus.

Mengapa begitu, Kiai?

Jadi, waktu menanggapi masalah Pemilu dan soal caleg-caleg DPR itu sikap Gus Mus sudah tepat. Beliau menganjurkan warga NU supaya ikut mencoblos, karena ini adalah tugas kita sebagai warga negara Indonesia tiap lima tahun sekali.

Tapi, saya sendiri waktu nyoblos itu ya ndak bisa sendirian, mas. Jadi, saya pamit (baca: izin) kepada panitia pemilu bahwa pendengaran saya sudah berkurang, saya masuk TPS boleh ndak ditemani cucu saya? Kalau ndak boleh saya pulang. Lalu, petugas menjawab. Oo.. boleh, Pak. Lalu, saya buka empat lembar saya pilih nomor ini mana begitu. Jadi, saya di(boleh)kan nyoblos.

Memangnya usia Mbah yai sekarang berapa?. Kulo nembe wolu gangsal (saya baru 85 tahun). Makanya, tadi saya bilang ke sampean kalau saya diajak komunikasi itu kurang jelas.

Dokter saya pribadi, Dokter Zakir, suatu hari duduk di ruang kerjanya. Lalu, saya bilang: Kir, ini pendengaran saya kok kurang banget. Oo.. itu normal, Pak. Lho, normal gimana? Kalau orang setua bapak pendengarannya masih tajam berarti nggak normal. (Mbah Sya’roni tertawa terkekeh-kekeh).

Nah, kembali ke NU, Mbah. Bagaimana pandangan dan saran Mbah Sya’roni bagi kepengurusan PBNU yang sekarang dipimpin Gus Mus?. Ya, harus ala Gus Mus. Tidak bisa ala Kiai Sahal. Gus Mus kan bisa membat mentul (baca: bermanuver). Kalau Kiai Sahal kan kencang. Gus Mus bisa menggak-menggok sithik (belak-belok sedikit). Udah itu saja cukup.

Mbah Sya’roni ingin mengatakan Gus Mus luwes?. Luwes bagi orang-orang yang senang, yang kurang senang nyebutnya vivere pericoloso (nyerempet-nyerempet bahaya). Hahaa.. Tapi ya itu tadi, Gus Mus masih bagus dari yang lain.

Nasehat Mbah Sya’roni kepada generasi dan kader muda NU? Khususnya menyambut 100 tahun NU pada 2026.. Yang penting, kita harus kuat ke-NU-annya. Sebetulnya, NU dan Muhammadiyah (itu) sama. Nanti saya beri keterangan (baca: penjelasan). Jadi, Mbah Hasyim dan Mbah Dahlan waktu masih santri mondoknya di tempat Mbah Kiai Sholeh Darat Semarang. Bahkan hingga ke Mekah, beliau berdua juga nyantri bareng. Oleh karena itu, pandangan Kiai Dahlan sama dengan NU. 

Saya punya kitab fiqih karangan Kiai Dahlan. Di kitab jilid tiga halaman 50 beliau menjelaskan fatwa penting dalam Bahasa Daerah. “Sholat Tarawih yoiku sholat rong puluh rokaat, saben-saben rong rokaat kudu salam. Wektune ono ing sasi poso sak wuse saben-saben sholat Isya’.” (Sholat Tarawih itu adalah sholat 20 rekaat, tiap-tiap dua rekaat harus salam. Waktunya di bulan puasa setelah sholat Isya’). Lho.. Kan jelas tho..

Masih ada banyak lagi yang bisa dipelajari dari Kitab Fiqih karya Mbah Dahlan ini. Nah, yang ‘nakal’ itu murid Kiai Dahlan yang namanya Kiai Mas Mansur dari Surabaya. Jadi, setelah itu (baca: sejak Mas Mansur jadi Ketua Umum Muhammadiyah) ada perubahan-perubahan. Dia bikin yang namanya Majlis Tarjih. Lalu, keputusannya antara lain rekaat sholat Tarawih yang 20 dengan dengan yang delapan rekaat itu lebih baik yang delapan. Jadi, ditarjih. Nah, yang baru-baru justru mengatakan yang 20 rekaat itu bid’ah dhalalah.

Kiai Mas Mansur bilang, ini organisasi bukan organisasi Dahlaniy, tapi Muhammadiyah. 

Lalu, bagaimana sikap kita terhadap mereka dan golongan lainnya?. Jadi begini, suatu ketika, datang orang ke rumah. Lalu bercerita, bahwa di Mekah imamnya ketika jamaah Maghrib, Isya’, dan Shubuh tidak membaca Basmalah. Saya tanya, memang sampean nggak denger? Iya, saya tidak mendengarnya. Langsung saya jawab, malah mereka kalau sholat Dhuhur dan Ashar tidak membaca Fatihah. Lha kok bisa, Kiai? Ya karena saya tidak mendengarnya. Nah, jadi tidak mendengar digunakan dalil untuk menyebut tidak baca.

Terima kasih atas nasehat dan petuahnya, Mbah. Mohon doanya... Iya, sama-sama. Tugas kalian sebagai anak muda NU meneruskan pencarian kitab-kitab Fiqih karya Mbah Dahlan tersebut untuk meng-NU-kan orang-orang Muhammadiyah. 

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Aswaja, Jadwal Kajian Pondok Pesantren Tegal

Lika-liku Perjuangan Penghafal Al-Qur’an

Harus diakui, menghafal Al-Qur’an memang tidak semudah membalik tangan. Bagi yang belum terbiasa, aktivitas ini bisa jadi sangat membosankan bahkan jenuh, namun bagi orang-orang yang sudah mampu merasakan nikmatnya menghafal, hal ini terasa sangat menyenangkan laiknya seorang pujangga yang mendendangkan puisi-pusi untuk kekasih tercintanya.?

Salah satu kemukjizatan Al-Qur’an yang bisa dirasakan oleh umat Muslim hingga hari ini adalah bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang masih terpelihara otentisitasnya dan bisa dihafalkan oleh semua orang, termasuk orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren sekalipun. Mengapa demikian? Jawabannya, karena Al-Qur’an adalah firman Allah yang terkandung bermilyar-milyar ilmu pengetahuan. Bahkan, Allah sendiri pun menjanjikan bagi siapa saja yang mengambil pelajaran (menghafalkan) teksnya akan diberi kemudahan. (QS. Al-Qamar: 17).

Salah satu orang yang sudah membuktikan hal tersebut adalah Ammar Machmud, penulis buku ini. Dalam buku ini, dikisahkan secara panjang-lebar perjuangan Ammar dalam menghafal Al-Qur’an. Dia bertutur bahwa keinginannya untuk menjadi hafidz sungguh sangat besar bahkan ia pun rela memulai perjuangan menghafalnya itu dari nol pascalulus kuliah sarjana. Dia memilih tidak tinggal di pesantren karena keterbatasan biaya dan memiliki tanggung jawab aktivitas lain di luar rumah. Sehingga kegiatan menyetorkan hafalannya itu dilakukan sehabis Subuh untuk kemudian di-muroja’ah-kan (diulang-ulangi hafalannya) di rumah.?

Lika-liku Perjuangan Penghafal Al-Qur’an (Sumber Gambar : Nu Online)
Lika-liku Perjuangan Penghafal Al-Qur’an (Sumber Gambar : Nu Online)

Lika-liku Perjuangan Penghafal Al-Qur’an

Ammar pun mengakui sendiri bahwa menghafal Al-Qur’an itu tidak harus menjadi santri tetap di salah satu pesantren tertentu dan tidak pula untuk usia tertentu. Prinsipnya, asalkan seseorang itu sudah pasang niat kuat dan nekat menghafal Al-Qur’an dengan siap menerima apapun kondisi yang akan dihadapinya, pasti Allah akan turunkan pertolongan pada hamba-hamba-Nya yang serius berikhtiar. Baginya, proses menghafal Al-Qur’an itu bukan persoalan cepat atau lambat waktunya tapi seberapa kuat seseorang itu mampu menikmati proses menghafalkan Al-Qur’an serta hafalan tidak lupa hingga akhir hayat (hal: 116).

Dalam proses ‘mendaras’ kalam Ilahi, Ammar bukan tanpa cobaan dan rintangan. Banyak cobaan atau rintangan yang pernah dialaminya. Sebut saja, saat dia diuji Allah dengan sakit tipus. Pernah pula ia diremehkan temannya dan sering kali juga dia kehabisan biaya saat dia membutuhkan. Namun apa yang terjadi? Meski cobaan datang bertubi-tubi, toh akhirnya dia mampu menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya.?

Pondok Pesantren Tegal

Dalam kata pengantar buku ini, dia sendiri mengakui, apakah dengan dia selesai hafalan Al-Qur’annya lantas selesai pula tugasnya? Tidak, justru tugas yang ‘lebih berat’ selanjutnya adalah bagaimana agar dia mampu snantiasa menjaga hafalannya hingga akhir hayatnya (hal: xxii).

Sungguh buku ini sangat mengena dan memberikan motivasi yang sangat bagus bagi siapa saja umat Muslim yang ingin, akan, sedang, ataupun telah purna menghafal ? Al-Qur’an. Sebab di dalamnya tidak hanya memuat kisah pribadi perjuangan penulisnya saja, tetapi juga dilengkapi dengan beberapa kisah dan nasehat dari para masyayikh Al-Qur’an (guru-guru Al-Qur’an). ?

Meski begitu, buku ini bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa alasan yang belum diungkapkan penulis, semisal masalah asmara dan kisah perjuangan beberapa ulama Al-Qur’an. Namun, saya kira buku ini sudah mewakili sebagai gebrakan karya seorang santri yang mampu menuturkan hasil jerih-payahnya dalam melakukan perubahan hidup. Ibarat makanan, buku ini tak hanya sedap aromanya tapi juga lezat untuk disantap.?

Data buku

Judul Buku : Kisah Penghafal Al-Qur’an, Disertai Resep Menghafal dari para Pakar ?

Pondok Pesantren Tegal

Penulis : Ammar Machmud?

Penerbit : Quanta, Jakarta?

Cetakan : I, 2015

Tebal : 146 halaman

Peresensi : Iin Alawiyah, ibu rumah tangga, alumnus UIN Walisongo Semarang?

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Tokoh, Ubudiyah, Quote Pondok Pesantren Tegal

BMTNU Kesamben Terus Tingkatkan Kualitas SDM

Jombang, Pondok Pesantren Tegal

Baitul Mal wat Tamwil Nahdlatul Ulama (BMTNU) Cabang Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur tengah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) demi tercapainya target sebagai jembatan perekonomian warga nahdliyin yang profesional, juga kepuasan pelayanan terhadap nasabah.?

Iin Inayatul Ainiyah, salah satu petugas BMTNU Kesamben mengatakan, pada waktu dekat ini akan diadakan pelatihan bagi seluruh petugas BMTNU. Hal itu telah dikoordinasikan ? dengan pengurus BMTNU pusat dan para petugas BMTNU cabang di Jombang secara keseluruhan. Pelatihan tersebut berupa semua aspek yang dibutuhkan di BMTNU seperti pada umumnya.

BMTNU Kesamben Terus Tingkatkan Kualitas SDM (Sumber Gambar : Nu Online)
BMTNU Kesamben Terus Tingkatkan Kualitas SDM (Sumber Gambar : Nu Online)

BMTNU Kesamben Terus Tingkatkan Kualitas SDM

“Bulan April mendatang kita pelatihan untuk karyawan-karyawan BMTNU pusat dan cabang-cabang di Jombang,” katanya kepada Pondok Pesantren Tegal saat dihubungi, Kamis (24/3).

Seperti diwartakan sebelumnya, BMTNU cabang Kesamben ini baru diresmikan sekitar satu bulan sebelumnya, Ahad, (21/2) lalu, bersamaan dengan peresmian kantor Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) setempat sebagai pusat operasi BMTNU tersebut.

Pondok Pesantren Tegal

Dalam perkembangannya, setelah dilakukan pengujian efektivitas keluar masuknya uang oleh pihak BMTNU pusat yang sudah dikelola kurang lebih selama satu bulan ini, dinyatakan sudah cukup baik. “Alhamdulillah mas, kemarin diaudit pusat, menurut pusat baik,” ungkapnya. (Syamsul Arifin/Fathoni)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal

Pondok Pesantren Tegal Kajian Islam, RMI NU, Ahlussunnah Pondok Pesantren Tegal

Khidmat untuk Negeri, Ansor Jombang Gelar Kompetisi Futsal se-Jatim

Jombang, Pondok Pesantren Tegal. Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jombang mengambil langkah berbeda untuk membuktikan pengabdiannya terhadap negeri. Kali ini, mereka merealisasikannya dengan mengadakan kompetisi futsal se-Jawa Timur mulai 5-7 Desember 2014.

Khidmat untuk Negeri, Ansor Jombang Gelar Kompetisi Futsal se-Jatim (Sumber Gambar : Nu Online)
Khidmat untuk Negeri, Ansor Jombang Gelar Kompetisi Futsal se-Jatim (Sumber Gambar : Nu Online)

Khidmat untuk Negeri, Ansor Jombang Gelar Kompetisi Futsal se-Jatim

Hal ini disampaikan Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Jombang, Zulfikar Damam Ikhwanto, saat pembukaan lomba futsal ini di Arena GOR Merdeka Jombang, Jum’at (5/12). “Amar makruf nahi mungkar itu bisa dilakukan dengan segala cara. Salah satunya dengan mengembangkan potensi pemuda melalui kompetisi seperti ini,” kata pria yang biasa dipanggil Gus Antok ini.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, sudah memberikan kepastian kepada panitia untuk hadir ke acara yang diadakannya besok (Sabtu/6/12). “Saya bersama ketua panitia sudah menemui beliau di kediamannya, Sidoarjo, beberapa hari yang lalu. Dan kemarin sudah mengirimkan informasi via fax, bahwa beliau akan hadir disini besok pukul 18.30,” ujarnya saat memberikan sambutan di depan hadirin.

Pondok Pesantren Tegal

Senada dengan Gus Antok, Ketua Panitia Farid Al Farisi, mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) jombang, Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) dan beberapa sponsor ini sebagai wujud dedikasi Ansor terhadap bangsa di dunia kepemudaan.

Pondok Pesantren Tegal

“Bahkan agenda ini akan kami usahakan dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Dan semoga tetap didukung semua pihak, terutama bupati Jombang,” ungkap Gus Farid sembari menundukkan kepala menghadap bupati jombang sebagai bahasa isyarat permohonan restu.

Selesai membuka acara ini, kepda para wartawan, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, menyatakan akan mendukung apabila kegiatan ini diadakan setiap tahun. “Kami siap mendukung. Walaupun saat ini masih belum dianggarkan di APBD, tapi kami bantu di luar alokasi dana itu,” kata pria berkumis yang biasa disapa Nyono ini.

“Kami berharap dari kegiatan yang sangat baik ini, bisa tumbuh generasi muda yang kompeten. Khususnya di bidang futsal. Selain itu, semoga ini tidak hanya semata-mata diniatkan untuk bertanding, tapi juga untuk membangun silaturrahim demi kebersamaan antar pemuda Ansor se-Jatim,” pungkasnya. (Romza/Abdullah)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Halaqoh, Meme Islam Pondok Pesantren Tegal

Kartini Nyantri: Inspirasi Perjuangan

Oleh Fathoni Ahmad

Selama ini RA Kartini dikenal sebagai seorang bangsawan Jawa sekaligus priyayi, cara mudah bagi orang yang pertama kali medengar namanya cukup dengan membaca gelarnya, Raden Adjeng (RA). Raden Adjeng Kartini adalah putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kiai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.

Secara spesifik, tulisan ini tidak bermaksud membahas geneologi atau silsilah Kartini, tetapi bagaimana pemikiran revolusionernya tumbuh di tengah tradisi paternalisitik yang kental di lingkungan keluarganya. Tidak bisa dipungkiri, kuatnya paternalisitk inilah yang membuat Kartini selalu mencari jawaban dari anomali yang terjadi. Mengapa peran perempuan seolah hanya menjadi pelengkap kehidupan laki-laki? Tentang jawaban pertanyaan ini, Kartini sudah membuktikan diri dan memberi inspirasi bagi para perempuan untuk berperan sesuai dengan kemampuannya di tengah masyarakat dengan tidak menanggalkan perannya sebagai ibu di rumah tangga dan sebagai perempuan sesuai fitrahnya.

Kartini Nyantri: Inspirasi Perjuangan (Sumber Gambar : Nu Online)
Kartini Nyantri: Inspirasi Perjuangan (Sumber Gambar : Nu Online)

Kartini Nyantri: Inspirasi Perjuangan

Masuk ke topik inti bahwa selain bangsawan Jawa, Kartini ? juga seorang santri. Dia nyantri dan belajar agama kepada Kiai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang, Jawa Tengah ? yang juga dikenal dengan Mbah Sholeh Darat. Sebelum melakukan perjuangan kemerdekaan peran perempuan, pola pikir Kartini terbentuk ketika belajar ngaji kepada Kiai Sholeh Darat. Sebelumnya, kegelisahan demi kegelisahannya muncul ketika fakta yang ada masyarakat hanya bisa membaca Al-Qur’an tetapi tidak diperbolehkan memahami artinya pada zaman itu.

Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis:

Pondok Pesantren Tegal

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?





Pondok Pesantren Tegal

Al-Qur’an terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Al-Qur’an tapi tidak memahami apa yang dibaca.





Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.





Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?

RA Kartini melanjutkan kegelisahannya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim kepada Ny Abendanon.

Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Qur’an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.





Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini terlalu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.

Sampai akhirnya Kartini bertemu dengan Kiai Sholeh Darat untuk belajar ngaji dan menanyakan berbagai hal yang menjadi kegelisahannya selama ini terkait dengan tidak diperbolehkannya masyarakat memahami isi dan makna Al-Qur’an. Fakta sejarah yang ada, ternyata kebijakan ini datang dari para penjajah dengan asumsi jika masyarakat memahami Al-Qur’an, maka jiwa merdeka akan tumbuh. Tentu hal ini akan mengancam eksistensi kolonial itu sendiri. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tidak banyak ulama saat itu yang menerjemahkan Al-Qur’an, bukan tidak mau dan tidak mampu, tetapi harus berhati-hati dengan kebijakan Belanda itu.

Fakta sejarah pertemuan antara RA Kartini dengan Kiai Sholeh Darat memang tidak diceritakan Kartini di setiap catatan surat-suratnya. Hal ini tidak lebih karena Kartini sendiri mengkhawatirkan keselamatan Mbah Sholeh Darat karena tidak tertutup kemungkinan kaum kolonial akan mengetahuinya.

Mbah Sholeh Darat sendiri dalam pengajian yang diberikannya kepada Kartini menjelaskan tentang tafsir surat Al-Fatihah. Hal ini seperti yang diceritakan oleh cucu Mbah Sholeh Darat, Nyai Hj Fadhilah Sholeh. Dalam ceritanya, Nyai Fadhilah mengisahkan:

Takdir mempertemukan Kartini dengan Kiai Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya.





Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.





Kiai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kiai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang kiai.





Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.





Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kiai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kiai Sholeh.





“Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.





Kiai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Adjeng bertanya demikian?” Kiai Sholeh balik bertanya.





“Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al-Fatihah, surat pertama dan induk Al-Qur’an. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.





Kiai Sholeh kembali tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan, “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al-Qur’an adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Dialog berhenti sampai di situ. Nyai Fadhila menulis Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali berucap “Subhanallah”. Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Jawa.

Dari riwayat di atas, Kartini menemukan cahaya yang menerangi berbagai kegelapan pengetahuan dan ilmu yang selama ini melingkupinya dengan ngaji kepada Mbah Sholeh Darat. Inspirasi inilah yang membuat Kartini memberi judul buku yang berisi surat-suratnya dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Secara historis, dalam pertemuan itu RA Kartini meminta agar Al-Qur’an diterjemahkan. Karena menurutnya, tidak ada gunanya membaca kitab suci tapi tidak memahami artinya. Namun pada saat itu pula penjajah Belanda secara resmi melarang penerjemahan Al-Qur’an. Mbah Sholeh Darat tetap melakukan penerjemahan, Beliau menerjemahkan Al-Qur’an dengan ditulis dalam huruf “Arab gundul” (pegon) sehingga tidak dicurigai dan dipahami penjajah.

Kitab tafsir dan terjemahan Al-Qur’an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab pegon. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada RA Kartini pada saat dia menikah dengan RM Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. ? Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan:

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ? ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kiai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa ? yang saya pahami.”

(Inilah dasar dari buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang ditulis RA Kartini, bukan dari sekumpulan surat-menyurat beliau. Dalam hal ini, substansi sejarah Kartini konon telah disimpangkan secara siginifikan). Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu:

“Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya.” (QS. Al-Baqarah: 257).

Dalam sejumlah suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang kata “dari gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Toot Licht. Oleh Armijn Pane, ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya.?

Surat yang diterjemahkan Kiai Sholeh adalah Al-Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan Kitab Faidhur-Rohman ini tidak selesai karena Mbah Kiai Sholeh Darat keburu wafat.

Dari perjumpaannya dengan Mbah Sholeh Darat itu, Kartini juga banyak memahami kehidupan masyarakat yang selama ini terkungkung penjajahan sehingga banyak memunculkan sikap inferioritas terutama di kalangan perempuan. Keterbukaan pandangan dan pemikiran Kartini dari hasil kawruh (belajar) kepada Mbah Sholeh Darat inilah yang membuat langkahnya semakin mantap untuk mengubah tatanan sosial kaum perempuan dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Selamat Hari Kartini!

Penulis adalah Redaktur Pondok Pesantren Tegal.

*) Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber.

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Sunnah, Amalan Pondok Pesantren Tegal

Kenaikan 38,89 % Tarif PDAM Pamekasan Kecewakan Warga

Pamekasan, Pondok Pesantren Tegal. Kenaikan tarif air yang mencapai angka 38,89 % oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), tidak rasional. Kenaikan tarif tinggi di samping layanan yang tidak memuaskan membuat kecewa warga Pamekasan, Jawa Timur.

Kebijakan PDAM itu menuai kecaman sejumlah pihak. Salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Pamekasan ini dinilai mengabaikan hak rakyat. Pasalnya, dari waktu ke waktu layanan dan kebijakan manajemennya jauh dari membaik, kata aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pamekasan, Ribut Zubaidi Abdullah.

Kenaikan 38,89 % Tarif PDAM Pamekasan Kecewakan Warga (Sumber Gambar : Nu Online)
Kenaikan 38,89 % Tarif PDAM Pamekasan Kecewakan Warga (Sumber Gambar : Nu Online)

Kenaikan 38,89 % Tarif PDAM Pamekasan Kecewakan Warga

"Kenaikan tarif sebesar 38,89 % merupakan  bentuk pengkhianatan terhadap rakyat," tegas Abdullah yang juga memimpin Forum Riset dan Advokasi Masyarakat Marginal (FoRsAMM) Kabupaten Pamekasan, Selasa (29/10).

Pondok Pesantren Tegal

Pelan tapi pasti PDAM Pamekasan mencekik perekonomian rakyat. Di tengah pelayanan PDAM yang kurang maksimal, justru tarif PDAM dinaikkan. Di mana letak kepedulian para manajemen PDAM terhadap warga? Jelas Abdullah.

Sementara Direktur PDAM Agus Bachtiar berdalih, penaikan tarif tiada lain guna mengikuti penaikan tarif dasar listrik yang naik.

Pondok Pesantren Tegal

"Naiknya listrik sudah sejak Januari. Dari situ pengeluaran PDAM bertambah untuk membayar tagihan listrik bulanan. Padahal tanggungan PDAM juga banyak. Jadi, harus dinaikkan dan telah disetujui oleh DPRD Pamekasan," terang Bachtiar.

Menanggapi Bachtiar, Abdullah mengatakan, selain menyesalkan penaikan tarif, warga juga menyesalkan pelayanan PDAM yang hingga kini jauh dari memuaskan. Rendahnya pelayanan PDAM Pamekasan dapat dilihat dari kerap mampatnya aliran air ke pelanggan.

Maunya dilayani, padahal semestinya melayani, tegas Abdullah. (Hairul Anam/Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Hadits, Kiai Pondok Pesantren Tegal

Menag Umumkan Biaya Haji 2007

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal. Sesuai Peraturan Presiden No 20 tahun 2007 tanggal 5 Juni 2007 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1428H/2007, departemen agama telah menetapkan BPIH 1428H/2007 untuk zona I sebesar 2.822,8 dollar AS, zona II 2.925,9 dollar AS, zona III 3.053,6 dollar AS ditambah Rp400 ribu untuk masing-masing zona.

"Meskipun terjadi kenaikan rata-rata 69 dollar AS tetapi dengan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS yakni Rp8.820 per dollar AS maka biaya haji secara total rupiah mengalami penurunan dibanding tahun lalu, sebesar Rp400-500 ribu," kata Menteri Agama Maftuh Basyuni kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/6).

Menag Umumkan Biaya Haji 2007 (Sumber Gambar : Nu Online)
Menag Umumkan Biaya Haji 2007 (Sumber Gambar : Nu Online)

Menag Umumkan Biaya Haji 2007

BPIH tahun lalu 1427H/2006 tercatat zona I sebesar 2.753,7 dolar AS, zona II sebesar 2.851,7 dolar, dan 2.969,3 dolar untuk zona III serta biaya komponen dalam negeri sebesar Rp466.864 bagi ketiga zona.

Zona I (Aceh, Medan, Batam, Padang). zona II (Palembang, Jakarta, Surakarta, Surabaya) dan zona III (Makassar, Banjarmasin, Balikpapan).

Dengan demikian jika dirupiahkan biaya haji 1428H/2007 dengan kurs Rp8.820 per dollar AS maka menjadi Rp25.297.196 untuk zona I, Rp26.206.538 zona II dan Rp27.332.852 untuk zona III. Biaya Haji ini adalah hasil dari pembahasan rancangan BPIH antara Depag bersama Komisi VIII DPR.

Pondok Pesantren Tegal

Ia meminta calon jemaah haji yang telah mendaftar segera melunasi BPIH yang akan dibuka mulai 7 Juni sampai 5 Juli 2007 di bank-bank penerima setoran BPIH yang tersambung dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

"Mumpung sekarang kurs rupiah masih menguat sehingga BPIH-nya menjadi lebih murah, kita anjurkan segera melunasi, karena tiap hari selalu ada fluktuasi," kata Menag. (ant/mad)



Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal

Pondok Pesantren Tegal Internasional, Kajian Pondok Pesantren Tegal

Kamis, 28 Desember 2017

Mangaji Duduk

Istilah di kalangan santri, warga NU, dan penganut rumpun ahlussunnah wal-jama’ah lainnya di Kalimantan Selatan, Tengah, dan Timur untuk menyebut pola pembelajaran agama yang tidak menggunakan sistem kelas. 

Dalam sistem ini, tuan guru dengan duduk bersila mengajarkan sebuah kitab kepada seorang atau lebih santri di hadapannya. Dari praktik inilah istilah ‘mangaji duduk’ muncul. 

Mangaji Duduk (Sumber Gambar : Nu Online)
Mangaji Duduk (Sumber Gambar : Nu Online)

Mangaji Duduk

Setelah sistem kelas diperkenalkan pada tahun 1920an, termasuk juga pada pendidikan agama, sistem mangaji duduk bukan berarti tergeser. 

Pondok Pesantren Tegal

Hingga akhir-akhir ini sistem mangaji duduk masih diterapkan oleh beberapa pesantren, dengan pengertian yang lebih luas, yaitu sistem pengajaran agama yang tidak menggunakan kurikulum, kelas, batasan waktu yang pasti, dan pemberian ijazah sebagai simbol penyelesaian pelajaran. 

Dalam hal ini, ‘ukuran selesai’ diberikan oleh tuan guru kepada seorang santri yang dipandangnya telah menguasai kitab tertentu yang berisi ilmu alat atau bidang-bidang seperti tafsir, hadits, atau fiqih. Antara seorang santri dan santri lainnya dengan demikian bisa berbeda lama waktu belajarnya.

Di lain pihak, sistem mangaji duduk sekarang ini lebih banyak menjadi pelengkap dari sistem kelas. Santri-santri yang pada pagi hingga siang hari mengikuti pelajaran di madrasah, baik tingkat tsanawiyyah dan ‘aliyyah, umumnya akan melengkapi pelajarannya dengan mendatangi rumah atau langgar tuan guru untuk mengaji kitab secara langsung pada jam-jam sesudah shalat seperti setelah shalat Subuh, shalat Asar atau shalat Isa. 

Pondok Pesantren Tegal

Dalam banyak hal, untuk keperluan penguasaan ilmu-ilmu agama secara mendalam, sistem mangaji duduk tetap dianggap memiliki kelebihan. 

Pertama, karena tidak ada keinginan yang bersifat duniawi memperoleh nilai atau ijazah maka motivasi mempelajari agama dipandang lebih ikhlas dan tulus. 

Kedua, karena tidak dibatasi oleh waktu, proses belajar bisa lebih lama, mendalam, dan tuntas. 

Terakhir, memperoleh barakah baik dari pengarang kitab maupun dari tuan guru yang memberi pelajaran dengan pemberian ijazah yang terhubung dalam suatu rantai guru-murid hingga ke penyusun kitab yang dipelajari. Karena kelebihannya ini, tak heran jika hingga akhir-akhir ini, ulama-ulama terkemuka di kawasan ini kebanyakan tetap berasal dari produk sistem mangaji duduk ini. (Hairus Salim HS)   

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Pondok Pesantren Pondok Pesantren Tegal

Gus Dur: Pemberantasan Korupsi Masih ‘Habisi’ Orang Megawati

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal. Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali mengingatkan kepada pemerintah agar tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. Pasalnya, ia menilai hingga saat ini pemberantasan korupsi masih berupaya menghabisi orang-orang dekat mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, sedangkan yang lain dibiarkan bebas.

“Hanya orang-orang dekat Megawati saja yang kena (dihukum, Red), seperti Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan), Widjanarko Puspoyo (mantan Kepala Bulog), dan lain-lain. Koruptor lain dibiarkan bebas,” tegas Gus Dur dalam sambutannya pada pembukaan “Halaqoh Kebangsaan untuk Rakyat dan Temu Wicara Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (6/4)

Meski mengaku sebagai orang yang ‘disakiti’ Megawati saat lengser dari kursi kepresidenan, Gus Dur menyatakan bahwa jelas sekali pemberantasan korupsi di negeri ini masih tebang pilih. Menurutnya, masih banyak koruptor yang sama sekali belum tersentuh oleh hukum.

Gus Dur: Pemberantasan Korupsi Masih ‘Habisi’ Orang Megawati (Sumber Gambar : Nu Online)
Gus Dur: Pemberantasan Korupsi Masih ‘Habisi’ Orang Megawati (Sumber Gambar : Nu Online)

Gus Dur: Pemberantasan Korupsi Masih ‘Habisi’ Orang Megawati

Di hadapan peserta halaqoh yang merupakan kiai dan ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, Gus Dur menegaskan, salah satu sebab dari pemberantasan korupsi yang masih pandang bulu adalah tidak tegaknya kedaulatan hukum. Hukum di Indonesia sama sekali tidak dijalankan dengan benar. “Mutlak tidak jalan,” tegasnya.

“Kedaulatan hukum tidak tegak. Karena hukumnya tidak dilaksanakan. Dilaksanakan hanya pada orang-orang tertentu saja,” pungkas Gus Dur yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Pondok Pesantren Tegal

Padahal, menurutnya, kunci utama untuk memberantas penyakit bangsa itu adalah tegaknya kedaulatan hukum. Jika hokum tidak tegak, maka korupsi menjadi tidak terbendung dan sulit dikendalikan. Akibat lain adalah pemerintah kerap membuat kebijakan yang tidak berpihak dan merugikan rakyat.

Pada acara yang digelar Fraksi Kebangkitan Bangsa bekerja sama dengan MK itu, Gus Dur juga mengungkapkan betapa penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal itu, katanya, diperparah lagi dengan masih banyaknya undang-undang, peraturan-peraturan dan pruduk hukum lain yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar.

Pondok Pesantren Tegal

“Ada 3.159 undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dengan UUD. Kalau misal kita memperbaiki 100 UU saja setiap tahunnya, maka dibutuhkan waktu 30 tahun,” urai Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB itu.

Gus Dur mencontohkan maraknya peraturan daerah bernuansa syariat Islam di sejumlah daerah yang menurutnya sangat bertentangan dengan semangat UUD. “Perda Syariat di Tengerang, itu bertentangan dengan UUD. Padahal yang bikin, ya orang NU. Itu menunjukkan saking gobloknya dan tidak tahu hukum,” ujarnya. (rif)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Berita, Ulama Pondok Pesantren Tegal

Inilah Tafsir Al-Qur’an Karya Ulama-ulama Nusantara

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal

Pesantren dikenal kental dengan fiqh dan tasawuf. Padahal, menurut Islah Gusmian, saat mengisi kajian di Islam Nusantara Center, Jumat (21/7/2017), ada banyak karya kiai pesantren di bidang tafsir.

“Ada banyak varian yang ditulis para ulama di pesantren itu di bidang tafsir,” ujarnya saat membuka kajian.

Inilah Tafsir Al-Qur’an Karya Ulama-ulama Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)
Inilah Tafsir Al-Qur’an Karya Ulama-ulama Nusantara (Sumber Gambar : Nu Online)

Inilah Tafsir Al-Qur’an Karya Ulama-ulama Nusantara

Kitab Tarjuman al-Mustafid merupakan kitab tafsir Al-Qur’an 30 juz pertama di Nusantara. Tetapi jika dilihat dari praktik penafsiran, kitab tersebut bukan kitab tafsir pertama. Sebab sebelumnya telah ada beberapa tafsiran meskipun tidak secara menyeluruh, seperti dalam bait-bait syairnya Hamzah Fansuri.

Pondok Pesantren Tegal

“Kajian tafsir tidak hanya terjadi pada konteks kitab tafsir, tapi juga pada praktik penafsiran,” katanya.

Pondok Pesantren Tegal

Dosen tafsir Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta itu mengemukakan bagaimana ulama pesantren menulis tafsir Al-Qur’an. Ada yang menulis dengan berbahasa Arab.

Ia mencontohkan Tafsir al-Asrar karya H Habibuddin Arifuddin abad 18, Tafsir al-Muawwidzatain karya KH Ahmad Yaasin Asymuni, Attibyanyang ditulis di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, yang digunakan untuk praktik belajar mengajar, Jami’ al-Bayan karya Kiai Muhammad bin Salman Solo, dan Tafsir Madrasi yang sampai saat ini masih digunakan di Pondok Pesantren Gontor.

Penulis buku Khazanah Tafsir Indonesia itu juga mengatakan bahwa ada banyak tafsir Al-Qur’an yang ditulis dengan bahasa daerah, seperti karya orang Madura, Al-Qur’an al-Karim Nurul Huda dalam bahasa Madura ditulis oleh politisi dan aktivis NU Mudhar Tamim. Ada pula yang berbahasa Sunda bahkan dengan bentuk danding, seperti mocopat kalau di Jawa, karya Kiai Hasan Mustofa.

Dalam konteks aksara, Islah Gusmian menjabarkan, bahwa ada yang ditulis dengan aksara Jawi. “Dalam konteks aksara, misalnya. Tarjuman al-Mustafid ditulis dengan aksara Jawi. Ada juga Nurul Ihsan,” ujarnya.

“Pada era itu, aksara Jawi menjadi sarana ulama untuk menulis tafsir,” lanjutnya.

Ada juga yang ditulis dengan menggunakan aksara Lontara, seperti Tafsir al-Munir karya Gurutta Ismail. Ada pula tafsir berkasara Jawa Honocoroko, seperti Serat Fatekah dan Tafsir Jawen.

Selain itu, tentu lebih banyak lagi karya yang beraksara Pegon. Islah mengatakan, “Ada juga pegon. Ini sangat kaya sekali.”

Alumni Pesantren Kajen itu menyebutkan beberapa kitab tafsir karya para kiai yang beraksara pegon tersebut, seperti Al-Ibriz karya KH Bisri Mustofa, Al-Iklil dan Taj al-Muslimin? karya KH Misbah Mustofa, Raudhatul Irfan yang ditulis oleh KH Ahmad Sanusi dari Sukabumi dua jilid lengkap 30 juz, Faidl al-Rahman yang ditulis Mbah Soleh Darat, Tafsir al-Mahalli karya Mbah Mujab Mahalli Jogja, Tafsir Anom karya Anom, murid Mbah Soleh Darat, dan tafsir yang ditulis oleh Perkumpulan ulama Mardikintoko di Solo.

Sebelum sesi tanya jawab, alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu menyimpulkan, bahwa pada dasarnya, praktik penafsiran yang dilakukan oleh ulama Nusantara, khususnya kiai-kiai pesantren, itu sangat beragam atau dinamis.

“Sangat dinamis sebetulnya cara ulama menulis tafsir di Nusantara ini, bahkan ada yang danding itu” ujarnya. (Syakirnf/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Nahdlatul Ulama, Pemurnian Aqidah, Pondok Pesantren Pondok Pesantren Tegal

Kang Said Sebut Catatan Akhir Tahun 2015 Indonesia

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengadakan jumpa pers dalam rangka muhasabah menjelang akhir tahun 2015 di Jakarta, Rabu (23/12) sore. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (Kang Said) menyampaikan beberapa hal penting terkait kepemipinan nasional, instabilitas politik, toleransi, dan kerenggangan ikatan sosial.

Kang Said Sebut Catatan Akhir Tahun 2015 Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)
Kang Said Sebut Catatan Akhir Tahun 2015 Indonesia (Sumber Gambar : Nu Online)

Kang Said Sebut Catatan Akhir Tahun 2015 Indonesia

Menurut Kang Said, instabilitas politik merupakan cermin krisis kepemimpinan yang terjadi di dunia politik di Indonesia. Sementara keributan antarelit anggota dewan perwakilan rakyat menjadi tontonan tidak elok di tengah masyarakat.

“Mereka gaduh sendiri. Krisis kepemimpinan ini menandai kegagalan parpol dalam melakukan kaderisasi internal,” ujar Kang Said di auditorium Gedung PBNU lantai delapan, Jakarta Pusat.

Pondok Pesantren Tegal

Kang Said juga memberikan catatan perihal kehidupan beragama di Indonesia pada 2015. Ia menyebut kasus intoleransi di Aceh Singkil dan Tolikara. “Sangat disayangkan dua kasus ini terjadi,” ujar Kang Said.

Ia juga mengajak insan media untuk memberitakan kehidupan toleransi beragama. Menurutnya, kehidupan masyarakat beragama yang damai perlu diberitakan.

Pondok Pesantren Tegal

“Jangan hanya kasus kekerasan dan gesekan antarumat beragama saja yang dimuat. Warga NU kalau istighotsah atau sholawatan itu bisa berjumlah 2000 orang. Bubar dari sana, tidak ada satu pot pun pecah,” kata Kang Said.

Pasalnya, NU dan pesantren tidak pernah berhenti mengajarkan akhlak beragama dan etika dakwah sehingga tidak menyinggung perasaan agama lain atau tradisi suku-suku tertentu di Indonesia, tandas Kang Said.

Pertemuan ini ditutup dengan dialog antara beberapa insan pers dan Kang Said. (Alhafiz K)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Tokoh, Pendidikan Pondok Pesantren Tegal

Selasa, 26 Desember 2017

Fatayat NU Serukan Keadilan dan Kesetaraan Gender

Jakarta, Pondok Pesantren Tegal. Fatayat NU menyerukan keadilan dan kesetaraan gender antara laki-laki dengan kaum perempuan dalam pembangunan nasional. Hal itu mengemukan pada peringatan Harlah ke-65 Fatayat NU yang diselenggarakan di kantor PBNU Jakarta Pusat, Jumat (24/4).

Dengan mengusung tema “Mewujudkan Ikhtiar Perempuan NU untuk Indonesia Berkeadaban”, Fatayat NU mengharapkan kaum perempuan Indonesia memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan bangsa dan negara sehingga terwujudnya Indonesia yang berkeadaban.

Fatayat NU Serukan Keadilan dan Kesetaraan Gender (Sumber Gambar : Nu Online)
Fatayat NU Serukan Keadilan dan Kesetaraan Gender (Sumber Gambar : Nu Online)

Fatayat NU Serukan Keadilan dan Kesetaraan Gender

Ketua Umum Fatayat NU Ida Fauziah dalam pidatonya mengatakan, Indonesia yang berkeadaban hanya akan dapat diwujudkan jika ada penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam kehidupan masyarakat, harmonitas dan penghargaan terhadap kebhinekaan, serta terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berorientasi pada kesejahteraan warga bangsa.

Pondok Pesantren Tegal

Ida menambahkan, salah satu prasyarat merujudkan keberadaban sebuah bangsa adalah ketika negara dan masyarakat dapat membangun keadilan dan kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan. “Prasyarat tersebut merupakan satu keniscayaan karena perempuan merupakan bagian besar dari warga Indonesia dan merupakan elemen penting dan strategis yang harus terlibat dalam pembangunan bangsa,” ujar anggota Komisi I DPR-RI ini.

Pondok Pesantren Tegal

Namun saat ini, Ida menyayangkan bahwa potensi perempuan tersebut bertolak belakang dengan fakta tentang nasib perempuan. Berdasarkan data Word Bank, dari 28 juta jumlah penduduk miskin di Indonesia, 63% adalah penduduk perempuan miskin yang tinggal di perdesaan. “Situasi ini merupakan dampak dari praktik dan pendekatan pembangunan selama ini yang masih menempatkan perempuan sebagai obyek, bahkan kerap menjadi korban pembangunan,” ujarnya.

Situasi ini semakin mengenaskan dengan fakta sosiologis di mana perempuan masih dihadapkan pada permasalahan budaya yang belum menempatkan perempuan secara setara, sehingga terus mengalami diskriminasi dan kekerasan mulai dari tingkat keluarga, masyarakat, hingga negara.

Fatayat NU, menurut Ida, sudah melakukan upaya-upaya dalam memperjuangan kesetaraan gender. Salah satunya adalah memperjuangkan kesetaraan gender melalui fungsi nya sebagai legislative yaitu fungsi legislasi. Namun sayangnya, pembentukan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender yang telah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat “digagalkan” oleh kelompok politik tertentu yang geraham patriarkal.

Namun, sebagai komunitas masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan dan menghargai kesetaraan perempuan dan laki-laki, Nahdlatul Ulama (NU) khususnya Fatayat NU berkomitmen dan senantiasa berdiri di baris depan untuk mendorong terwujudnya keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan secara proporsional. “Sebagai organ perempuan NU, Fatayat NU akan terus memperjuangkan terwujudkan keadilan dan kesetaraan gender sebagai salah satu pilar utama bagi terwujudnya Indonesia yang berkeadaban,” ujar Ida menambahkan.

Dalam kesempatan tersebut, sebagai Ketua Fatayat NU periode 2010-2015, Ida juga melaporkan perkembangan Fatayat NU selama dipimpin lima tahun kebelakang. Di bidang penguatan kelembagaan dan organisasi, Pimpinan Pusat Fatayat NU telah melakuan penguatan kelembagaan dan struktur organisasi di seluruh Indonesia dan bahkan luar negeri.

Di bidang pendidikan dan kaderisasi, Fatayat NU telah melakukan revitalisasi sistem kaderisasi dan percepatan implementasi kaderisasi di lapangan. Di bidang hukum, politik dan advokasi, kita telah mengembangkan Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LKP2A) serta mengupayakan shelter bagi korban kekerasan dan memberikan pendampingan terhadap buruh migran, perempuan dan anak korban kekerasan.

Di bidang kesehatan dan lingkungan hidup, Fatayat NU telah melaksanakan beragam kegiatan yang berorientasi pada terwujudnya kesehatan ibu dan anak serta masyarakat secara umum.  Di bidang sosial, seni dan budaya,  Fatayat NU melaksanakan kegiatan yang berorientasi pada terwujudnya kesetaraan sosial khususnya bagi kaum perempuan.

Di bidang pengembangan ekonomi, Fatayat NU telah membentuk dan mendorong tumbuh dan berkembangnya koperasi Yasmin. Di bidang dakwah dan pembinaan anggota, kita terus mengembangkan dakwah Islam Aswaja yang rahmatan lil ‘aalamin dan berperspektif gender dan mengembangkan strategi dakwah sesuai dengan kebutuhan masyarakat global.

Di bidang penelitian dan pengembangan, kita telah memiliki dan mengembangkan sistem database organisasi, melakukan penelitian dan kajian terhadap berbagai persoalan strategis di masyarakat yang berkaitan dengan penegakkan hak-hak perempuan, melakukan kajian dan penafsiran ulang terhadap pemahaman-pemahaman agama yang patriarkhis.

Sebagai Ketua Fatayat NU periode 2010-2015 yang akan mengakhiri masa jabatannya ini, Ida berharap Fatayat NU kali ini harus dijadikan sebagai momentum untuk meneguhkan peran dan keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanakaan dan pengawasan, hingga pemanfataan hasil pembangunan.

“Semoga peringatan Harlah tahun ini mengandung makna penting bagi peningkatan peran Fatayat NU untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan bangsa sebagai salah satu ikhtiar untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadaban,” ujarnya. (Red: Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Lomba, Cerita, Makam Pondok Pesantren Tegal

Majelis Reboan PCNU Subang di Bulan Ini ke MWCNU

Subang, Pondok Pesantren Tegal



Menindaklanjuti telah habisnya periode kepengurusan beberapa Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) di Kabupaten Subang, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama pada bulan ini akan fokus pada program restrukturisasi kepengurusan di tingkat kecamatan tersebut.

Majelis Reboan PCNU Subang di Bulan Ini ke MWCNU (Sumber Gambar : Nu Online)
Majelis Reboan PCNU Subang di Bulan Ini ke MWCNU (Sumber Gambar : Nu Online)

Majelis Reboan PCNU Subang di Bulan Ini ke MWCNU

MWCNU pertama yang ditunjuk adalah Kecamatan Kalijati dan Purwadadi. Masing-masing melaksanakan konferensi di Seketariat MWCNU Kalijati dan di Pesantren Hidayatul Ikhwan Purwadadi. Rabu (9/11)

Ketua PCNU Subang KH Musyfiq Amrullah menyampaikan, setiap hari rabu PCNU Subang selalu mengadakan pertemuan dalam majelis reboan, untuk bulan ini majelis tersebut akan digelar di beberapa MWCNU sekaligus untuk menghadiri kegiatan konferensi.

Pengasuh Pesantren Attawazun itu meminta kepada para pengurus terpilih untuk tetap semangat dalam menjalankan roda organisasi serta tetap mengamalkan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah Annahdliyah di daerahnya masing-masing.

Pondok Pesantren Tegal

"PCNU Subang berharap kepada para pengurus terpilih untuk bisa menjadi muharrik atau motor penggerak agar kehadiran NU bisa lebih dirasakan oleh masyarakat," ujar kiai yang pernah nyantri kepada KH Syukron Ma’mun Jakarta ini.

Selain itu, kata dia, pengurus MWCNU terpilih diminta untuk mensukseskan program pembuatan Kartu Tanda Anggota NU (Kartanu) karena selain bermanfaat untuk pendataan warga NU, Kartanu juga bisa digunakan sebagai ? alat transaksi perbankan, karena PBNU sudah menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri.

Pondok Pesantren Tegal

"Kartanu juga bisa dipakai untuk belanja, tapi harus ada uangnya alias menabung dulu," lanjutnya

Dalam kegiatan konferensi MWCNU tersebut, KH Syafii dan Anis Hisyam Karim terpilih menjadi Rais dan Ketua MWCNU Kalijati. Adapun untuk MWCNU Purwadadi, rais dan ketua terpilih adalah KH Fathoni dan Totoh Bustanul Arifin. (Aiz Luthfi/Abdullah Alawi)

Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal Nusantara, Kiai, AlaNu Pondok Pesantren Tegal

Pemimpin yang Rendah Hati

Oleh KH A Mustofa Bisri



Suatu ketika seorang laki-laki menghadap Nabi Muhammad SAW dan gemetaran –oleh wibawa beliau-- saat berbicara. Nabi SAW pun berkata menenangkan: “Tenang saja! Aku bukan raja. Aku hanyalah anaknya perempuan Qureisy yang biasa makan ikan asin.” (Dalam hadisnya, menggunakan kata qadiid yang maknanya dendeng, makanan sederhana di Arab. Saya terjemahkan dengan ikan asin yang merupakan makanan sederhana di Indonesia).

Pemimpin yang Rendah Hati (Sumber Gambar : Nu Online)
Pemimpin yang Rendah Hati (Sumber Gambar : Nu Online)

Pemimpin yang Rendah Hati

***

Pondok Pesantren Tegal

Ketika Rasulullah SAW datang di Mekkah, setelah sekian lama hijrah, sahabat Abu Bakar Siddiq r.a. sowan bersama ayahandanya, Utsman yang lebih terkenal dengan julukan Abu Quhaafah. Melihat sahabat karib sekaligus mertuanya bersama ayahandanya itu, Rasulullah SAW pun bersabda “Wahai Abu Bakar, mengapa Sampeyan merepotkan orang tua? Mengapa tidak menunggu aku yang sowan beliau di kediamannya?”

***

Pondok Pesantren Tegal

Sahabat Abdurrahman Ibn Shakhr yang lebih dikenal dengan Abu Hurairah r.a. bercerita: “Suatu ketika aku masuk pasar bersama Rasulullah SAW. Rasulullah berhenti, membeli celana dalam dan berkata: ‘Pilihkan yang baik lho!’ (Terjemahan dari aslinya: Rasulullah bersabda kepada si tukang timbang, ‘Timbang dan murahin – bahasa Jawa: sing anget—‘. Boleh jadi waktu itu, beli celana pun ditimbang). Mendengar suara Rasulullah SAW, si pedagang celana pun melompat mencium tangan beliau. Rasulullah menarik tangan beliau sambil bersabda: ‘Itu tindakan orang-orang asing terhadap raja mereka. Aku bukan raja. Aku hanyalah laki-laki biasa seperti kamu.’ Kemudian beliau ambil celana yang sudah beliau beli. Aku berniat akan membawakannya, tapi beliau buru-buru bersabda: ‘Pemilik barang lebih berhak membawa barangnya.’”

***

Itu beberapa cuplikan yang saya terjemahkan secara bebas dari kitab Nihayaayat al-Arab-nya Syeikh Syihabuddin Ahmad Ibn Abdul Wahhab An-Nuweiry (677-733 H) jilid ke 18 hal 262-263. Saya nukilkan cuplikan-cuplikan kecil itu untuk berbagi kesan dengan Anda. Soalnya saya sendiri, saat membacanya, mendapat gambaran betapa biasa dan rendah hatinya pemimpin agung kita Nabi Muhammad SAW.

Dalam kitab itu juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW sering naik atau membonceng kendaraan paling sederhana saat itu; yaitu keledai. Rasulullah SAW suka menyambangi dan duduk bercengkerama dengan orang-orang fakir-miskin. Menurut istri terkasih beliau, sayyidatina ‘Aisyah r.a dan cucu kesayangan beliau Hasan Ibn Ali r.a, Rasulullah SAW mengerjakan pekerjaan rumah; membersihkan dan menambal sendiri pakaiannya; memerah susu kambingnya; menjahit terompahnya yang putus; menyapu dan membuang sampah; memberi makan ternak; ikut membantu sang istri mengaduk adonan roti; dan makan bersama-sama pelayan.

Sikap dan gaya hidup sederhana sebagaimana hamba biasa itu agaknya memang merupakan pilihan Rasulullah SAW sejak awal. Karena itu dan tentu saja juga karena kekuatan pribadi beliau, bahkan kebesaran beliau sebagai pemimpin agama maupun pemimpin Negara pun tidak mampu mengubah sikap dan gaya hidup sederhana beliau. Bandingkan misalnya, dengan kawan kita yang baru menjadi kepala desa saja sudah merasa lain; atau ikhwan kita yang baru menjadi pimpinan majlis taklim saja sudah merasa beda dengan orang lain.

Memang tidak mudah untuk bersikap biasa; terutama bagi mereka yang terlalu ingin menjadi luar biasa atau mereka yang tidak tahan dengan ‘keluarbiasaan’. Apalagi sering kali masyarakat juga ikut ‘membantu’ mempersulit orang istimewa untuk bersikap biasa. Orang yang semula biasa dan sederhana; ketika nasib baik mengistimewakannya menjadi pemimpin, misalnya, atau tokoh berilmu atau berada atau berpangkat atau terkenal, biasanya masyarakat di sekelilingnya pun mengelu-elukannya sedemikian rupa, sehingga yang bersangkutan terlena dan menjadi tidak istimewa. Keistimewaan orang istimewa terutama terletak pada kekuatannya untuk tidak terlena dan terpengaruh oleh keistimewaannya itu. Keistimewaan khalifah Allah terutama terletak pada kekuatannya untuk tidak terlena dan terpengaruh oleh kekhalifahannya, mampu menjaga tetap menjadi hamba Allah.

Keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin antara lain karena beliau tidak terlena dan terpengaruh oleh keistimewaannya sendiri. Kita pun kemudian menyebutnya sebagai pemimpin yang rendah hati.

Nabi Muhammad SAW adalah contoh paling baik dari seorang hamba Allah yang menjadi khalifahNya. Beliau sangat istimewa justru karena sikap kehambaannya sedikit pun tidak menjadi luntur oleh keistimewaannya sebagai khalifah Allah.

Selawat dan salam bagimu, ya Rasulallah, kami rindu!

.: Artikel ini dinukil dari akun Facebook pribadi KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) yang kini menjadi salah satu Mustasyar PBNU. Gus Mus mempublikasikan tulisan ini pada 26 Februari 2010.Dari Nu Online: nu.or.id

Pondok Pesantren Tegal News Pondok Pesantren Tegal